Setelah Dilantik Mendikbud, ROMMY FIBRI Tegaskan Digital Jadi Tantangan Terbesar LSF

JAKARTA (POSBERITAKOTA) ■ Lembaga Sensor Film (LSF) untuk periode 2020-2024 diketuai Rommy Fibri Hardiyanto. Dalam menahkodai LSF akan didampingi Ervan Ismail (Wakil Ketua LSF). Rommy bersama 16 anggota lainnya telah dilantik Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud RI), Nadiem Makarim.

Dikatakan Ketua LSF yang baru bahwa pihaknya memetakan berbagai permasalahan dalam LSF. Seperti di antaranya minimnya anggaran LSF yang harus diptimalkan, juga dampak Pandemi Corona yang menyisakan banyak persoalan, sampai mengenai dunia digital yang menjadi tantangan terbesar LSF.

“Jadi, tantangan terbesar LSF itu digital, karena semua orang bicaranya bagaimana film di dunia digital,” tegas Rommy Fibri Hardiyanto, di Gedung Film Pesona Indonesia, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (11/5/2020) kemarin.

Menurut pria kelahiran Semarang itu lebih lanjut, sekitar atau selama empat tahun lalu, LSF belum berpikir sampai ke sana. “Nah, bagaimana menangani dunia digital yang isinya film? Ke depan inilah jadi tantangannya,” ungkap Alumnus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 1991 tersebut.

Ditambahkan Rommy, kalau flatform-nya sudah jelas konvensional itu sudah clear buat LSF, seperti film bioskop, TV, CD. “Tapi kalau flatform-nya digital, LSF tidak bisa jalan sendirian. Harus kerjasama dengan Kominfo dalam regulasinya,” paparnya.

Tayangan di TV, masih menurut Rommy, harus disensor oleh lembaga yang berwenang sebagaimana yang ditetapkan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) adalah LSF. Semua program tayangkan TV dikirimkan ke LSF untuk disensor, tapi kalau flatform-nya digital masih perlu dibicarakan siapa yang menyensor. “Apakah flatform-nya sendiri yang menyiarkan yang menyensor? Begitu katanya dengan nada tanya.

Rommy juga menyampaikan bahwa ke depan, LSF memang harus berkoordinasi secara intensif dengan Kominfo. “Nah, inilah yang perlu kita siapkan regulasinya,“ ucap Rommy.

Sedangkan dalam UU Perfilman hanya menyebutkan bahwa semua film yang akan dipertunjukkan di Indonesia harus mendapatkan lulus sensor dari LSF. “Hanya itu saja, tanpa ada turunannya. Sementara itu, digital sangat global, bahwasannya digital memang jadi tantangan terbesar LSF,” sebut Rommy lagi.

Dipaparkan Rommy bahwa anggaran untuk LSF sekitar 50 Milliar. “Cukup tidak cukup tentu relatif. Tentu dengan anggaran yang ada, kita optimalkan. Di mana ada kegiatan yang sifatnya full anggaran dari LSF, tapi ada juga kegiatan yang sifatnya berbentuk kerjasama. Kemudian, di mana LSF hanya parsial partisipasi,” tuturnya.

Di sisi lain masih terkait pandemi Corona, diungkapkan Rommy, secara otomatis LSF tidak banyak bekerja karena film-film bioskop tidak tayang. Begitu juga TV banyak menayangkan rerun program yang sudah tayang beberapa waktu lalu. “Tapi LSF tetap membuka pelayanan untuk penyensoran, faktanya memang tetap ada penyensoran, tapi berkurang,” jelasnya.

Rommy pun menyebut beberapa hal yang masih dilakukan LSF. “Seperti di antaranya, sinetron barang lama yang masa royalty untuk STLS sudah habis, kalau belum habis TV tinggal putar ulang. Namun kalau sudah habis masa STLS-nya memang harus sensor ulang,” katanya.

Dalam memimpin LSF, Rommy memiliki visi yaitu membangun LSF yang independen, akuntabel, kredibel dan profesional. “Hal ini akan diwujudkan melalui penguatan aspek penyensoran dan optimalisasi lembaga,” tegas Rommy.

Rommy mengaku akan bersinergi bersama seluruh anggota LSF periode 2020-2024. “Saya berharap masukan positif dari masyarakat dapat membangun LSF selama empat tahun mendatang,” tutup Rommy. ■ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Pilihan Mesin Hybrid & Bensin Dilengkapi Teknologi Terdepan, HYUNDAI MOTORS INDONESIA Resmi Luncurkan New TUCSON

Sambil Bawa Bantuan, KAPOLRI Tinjau Posko di Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi NTT

Upgrade Skill Hingga Mancanegara, DR AYU WIDYANINGRUM Raih Penghargaan Bergengsi ‘Beautypreneur Award 2024’