Terkait Kasus ‘Dirut Sarana Jaya’, ANIES BASWEDAN Ingin Semua Serba Transparan & Tuntas

OLEH : TONY ROSYID

KORUPTOR itu penghianat negara. Semua sepakat. Tak ada ruang di negeri untuk para koruptor. Jelas pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Yang dibutuhkan adalah ketegasan para penegak hukum. Selain juga keadilannya. Tegas dan adil, itulah yang diharapkan rakyat dari para penegak hukum. Baik KPK, Polisi, Kejaksaan maupun Kehakiman.

Terkait dengan kasus ditetapkannya Dirut PD. Pembangunan Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan jadi tersangka oleh KPK, ini langkah yang layak diapresiasi. Siapapun yang terindikasi korupsi dan ada minimal dua alat bukti yang kuat, ya harus ditindak. Jangan pandang bulu.

Anies Baswedan, Gubernur DKI mengambil sikap tegas: memberhentikan Dirut PD. Pembangunan Sarana Jaya. Publik mengapresiasi langkah cepat Anies. Bahkan menuntut, sudah saatnya Anies bersih-bersih jajaran pejabat di DKI. Termasuk pejabat di jajaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Ada yang bertanya: apakah Anies Baswedan terlibat? Pertanyaan ini sama ketika seorang Menteri atau Dirut BUMN ditangkap KPK. Apakah, Presiden terlibat?

Dua pertanyaan ini satu jawaban: Tidak! Karena itu, Presiden tak segan-segan dan tak ada beban untuk memecat Menteri. Perintahkan Menteri BUMN untuk pecat Direksi BUMN yang jadi tersangka. Begitu juga Gubernur DKI. Tak ada beban untuk mencopot Dirut BUMD. Lebih tidak ada beban lagi, karena Dirut PD. Pembangunan Sarana Jaya diangkat sejak tahun 2016. Sebelum Anies jadi Gubernur DKI. Artinya, Anies profesional.

Ketegasan Gubernur DKI memberi kesan kuat bahwa ia sama sekali tidak tahu, apalagi terlibat. Gubernur DKI patut berterima kasih kepada KPK. Ditunjukkan siapa saja pejabat dan pegawai yang “terindikasi” bermasalah di Pemprov DKI. Mesti sudah dibriefing, dikasih petunjuk dan diawasi, tetap saja pengawasan Kepala Daerah itu terbatas. Sebagaimana Presiden punya keterbatasan yang sama dalam mengawasi Menteri-nya. Menteri BUMN juga terbatas dalam mengawasi jajaran direksi di BUMN. Atas keterbatasan inilah perlu pihak ketiga untuk membantu mengawasi. Bisa rakyat, bisa LSM, bisa akademisi atau terutama dari para penegak hukum.

Dibilang “terindikasi“, karena proses hukum masih berjalan. Semua pihak mesti menghormati proses ini. Sampai saatnya nanti, hakim yang akan membuat keputusan. Rakyat berharap, hakim membuat keputusan yang tepat, proporsional, adil dan tegas.

Langkah Gubernur DKI yang mengambil sikap tegas dengan memberhentikan Dirut PD. Pembangunan Sarana Jaya, tentu bisa dibaca publik sebagai bukti bahwa Gubernur DKI tak punya beban. Siapapun yang terindikasi bersalah dan ditetapkan jadi tersangka, mesti diberhentikan. Ini bagian dari etika mengelola Pemerintahan yang bersih. Meski asas praduga tak bersalah tetap berlaku dan harus jadi prinsip dalam proses hukum.

Langkah Anies dengan cepat mengambil sikap memberhentikan Yoory C. Pinontoan, penting untuk pertama adalah agar proses hukum berjalan dengan lancar. KPK punya keleluasan untuk menelusuri kasus ini sampai tuntas. Dan, membongkar siapa saja yang terlibat? Kabarnya juga akan sampai ke tanah Cengkareng yang merupakan asset DKI dan dibeli oleh Pemprov DKI di era Gubernur Ahok.

Kedua, Pemerintahan DKI, khususnya unit usaha PD. Pembangunan Sarana Jaya tetap bisa berjalan sesuai dengan rencana programnya. Tidak boleh terganggu dengan kasus Yoory.

Gubernur Anies minta kasus ini diusut dengan tuntas. Siapa pun yang terlibat, hukum ditegakkan secara proporsional dan adil. Dari kasus ini, Gubernur jadi tahu siapa saja anak buah yang perlu perhatian khusus, terutama yang bermasalah. Dalam konteks ini, KPK sesungguhnya
turut membantu Gubernur untuk bersih-bersih di DKI. (***)

(PENULIS adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, tinggal di Jakarta)

Related posts

Rasanya Sulit Tembus 51 Persen, PILKADA JAKARTA 2024 Bakal Melalui Dua Putaran

Siapa Lebih Unggul di Pilkada Jakarta, DUEL STRATEGI Tim Sukses Prasetyo Edi Marsudi versus Ahmad Riza Patria

10 Tahun Era Jokowi, PERS NASIONAL Darurat Kelembagaan – Krisis Identitas & Expansi Bisnis Masif Kurang Etika