JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Gencarnya pemberitaan miring terkait mandegnya pemberkasan kasus investasi bodong yang diduga meraup uang masyarakat senilai Rp 15 triliun oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang telah dilaporkan di Mabes Polri (Dittipideksus) ternyata masih menjadi pertanyaan besar.
Pasalnya, sejumlah wartawan yang ingin meminta klarifikasi alias keterangan langsung melalui sambungan telepone (HP) maupun chat WhatsApp (WA) dari para pejabat terkait, antara lain (Direktur Tipideksus Brigjen Helmi Santika, Kasubdit TPPU Kombes Jamaludin, Kanit AKBP Suprihatiyanto) termasuk Kadiv Humas Irjen Argo dan Kabag Penum Martinus sebagai perwakilan Humas Polri) masih belum membuahkan hasil.
Bahkan setiap wartawan yang berusaha menelpon untuk klarifikasi selalu direject atau tidak diangkat oleh semua pejabat terkait dan Divisi Humas Mabes Polri. Termasuk ada wartawan yang menghubungi Irjen Argo sebelumnya sempat dijawab “Bentar saya cek dulu,” ujar Irjen Argo. Namun ketika dikemudian hari ditanyakan lagi apakah sudah dicek untuk klarifikasi, sekarang telpon wartawan tersebut malah diblokir.
“Kalangan wartawan pada kebingungan, kenapa tidak ada response dari Mabes Polri yang menghubungi LQ Indonesia Law Firm dan bertanya kenapa tidak ada bantahan dan klarifikasi. Padahal berita miring dugaan pelanggaran pasal 110 KUHAP bukan hal sepele dan meminta keterangan untuk dilakukan penelusuran lebih lanjut,” ucap Kepala Humas dan Media LQ Indonesia Law Firm, Sugi, kepada wartawan, Kamis (27/5/2021).
Kuasa hukum ribuan masyarakat korban penggelapan dana investasi dari LQ Indonesia Law Firm menanyakan perkembangan penanganan kasus Indosurya yang diberi kuasa khusus oleh pelapor ke Mabes Polri. Sesuai amanah UU Advokat, apakah ada hal yang salah dan melanggar? Begitu pula wartawan yang menanyakan klarifikasi dan meminta hak jawab dari Mabes Polri sesuai UU Pers, apakah juga ada hal yang salah? Selanjutnya, korban yang menangis dan meminta kepastian hukum dari Mabes Polri sesuai UU No 18 tahun 1981 mengenai KUHAP, apakah salah?
“Atas laporan kasus penggelapan dana nasabah yang mandeg, pihak Ombudsman meminta klarifikasi dan gelar perkara, juga tidak ditanggapi, apakah Ombudsman salah yang bertindak sesuai Undang-Undang?” Begitu kata Priyono Adi Nugroho, pelapor LP Indosurya di Mabes Polri.
“Semua sudah dilaksanakan sesuai aturan hukum yang berlaku, undang-undang yang berlaku tapi Mabes Polri takut terhadap kasus Rp 15 triliun. Janji Kapolri bahwa “hukum tajam keatas” hanya indah tapi cuma janji-janji dan angin surga,” kata advokat Alvin Lim.
Sementara itu, menanggapi berita yang muncul di masyarakat terkait kasus mangkraknya pemberkasan kasus investasi bodong Indosurya, anggota DPR Komisi VI Achmad Baidowi, sebagaimana dikutip Antara, mengecam adanya pihak yang mencoba memprovokasi dan mengganggu homologasi KSP Indosurya yang telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Proses homologasi sudah berjalan dengan baik, sehingga perlu dihargai,” kata Achmad Baidowi melalui keterangan tertulis yang diterima wartawan.
Terhadap penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) KSP Indosurya, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan homologasi. Keputusan tersebut mengikat terhadap semua anggotanya.
Jika ada pihak-pihak yang mengganggu proses homologasi, maka sama artinya dengan tidak menghormati keputusan pengadilan.
Atas keputusan itu, pihak KSP Indosurya pun telah menjalankan komitmennya. Sampai saat ini, ribuan nasabah telah menerima pencairan dana pascaputusan homologasi.
Sayangnya, belakangan ada pihak yang mengaku sebagai kuasa hukum dari para korban dan mengatakan institusi kepolisian gagal menangani perkara tersebut.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Humas LQ Indonesia Lawfirm, Sugi, justru menanyakan : “Apa legal standing dan motif anggota DPR Komisi VI dalam urusan penegakan hukum? Bukankah urusan penegakan hukum adalah di bawah Komisi III ? Komisi VI itu membidangi industri, investasi dan bukan tentang urusan antara korban dan kuasa hukum dengan Polri dalam urusan penegakan hukum.
Ibaratnya dokter hewan mau beda jantung pasien manusia, salah tempat orang ini. Yang kedua dari pernyataan anggota DPR ini orang yang sok tahu, dia tidak baca berita sebelumnya bahwa segala upaya baik menanyakan langsung ke aparat kepolisian (Polri) maupun aduan Ombudsman sudah dilakukan, bahkan aduan ke Presiden dan Kapolri.
Semua sudah dilakukan, namun dalam pernyataan anggota DPR ini ditulis dia kenapa tidak langsung nanya ke pihak terkait, menunjukkan anggota DPR ini main asal jawab sesuatu yang belum dia ketahui.
“Tolong anggota DPR yang terhormat, fungsi Anda adalah legislatif, urusan penangan kasus atau eksekutif bukan ranah Anda, nggak usah ikut campur apalagi jawaban Anda asbun dan jelas tidak mengerti hukum,” kata Sugi.
Pelapor yang juga adalah kuasa hukum korban, Priyono Adi Nugroho menambahkan bahwa komentar Achmad Baidowi menunjukkan bahwa ini bukan orang mengerti hukum.
Baidowi bilang bahwa tindakan yang dilakukan korban dan kuasa hukum adalah “provokasi” adalah pernyataan tidak paham hukum.
Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA mempertanyakan kenapa yang menanggapi justru anggota DPR Komisi VI? Semestinya anggota DPR Komisi III memanggil Kapolri dan korban Indosurya agar dapat mencari solusi. ■ RED/AGUS SANTOSA