OLEH : AGUS SANTOSA
MEMBANGUN sistem kerja menjadi bagian paling penting dalam sebuah organisasi atau kelembagaan. Apalagi dalam kiprahnya di lingkungan maupun ditengah kehidupan masyarakat luas – yang memiliki program kerja jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Atau, program rutin tahunan yang sudah menjadi agenda khusus dan harus dilaksanakan.
Sedangkan membangun sistem kerja itu sendiri, juga tidak harus paten, karena akan melihat situasi dan kondisi sehingga sangat dimungkinkan ada perubahan (pengurangan atau penambahan) mengacu atau sesuai kebutuhan. Dari sistem itu bisa dijadikan acuan pola kerja organisasi atau kelembagaan semisal punya program atau agenda tahunan.
Dan, sistem kerja yang sudah terbangun biasanya kemudian diselaraskan dengan apa yang dinamakan anggaran dasar dan anggaran rumahtangga (AD/ART) dari organisasi atau kelembagaan itu sendiri. Oleh karenanya, sangat dibutuhkan interpretasi pemahaman yang benar dan pas.
Sebagai contoh dalam organisasi atau kelembagaan yang punya agenda program tahunan, pasti selalu berpatokan pada sistem yang sudah terbangun lama. Tidak serta merta main dihilangkan begitu saja. Dari awal yang dikerjakan secara konvensial berdasarkan kepercayaan dan kemudian diubah menjadi transparan atau azas keterbukaan yang melibatkan lebih dari satu orang (personil), tiba-tiba dikembalikan lagi seperti awal.
Sistem yang sudah terbangun, jika harus dihilangkan tentu perlu melalui proses diskusi terbuka di internal jajaran ketua maupun pengurus organisasi atau kelembagaan yang bersangkutan. Lebih bagus lagi dengan melibatkan peran serta lintas lembaga di lingkungan, apalagi jika program kegiatan itu terkait bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
Hal paling faktual yang berhubungan dengan pelaksanan Hari Raya Idhul Adha yang identik dengan penyembelihan hewan Qurban, selayaknya kelembagaan DKM cq PHBI karena diberi amanah warga dan peng-Qurban – membaca konteks kegiatan tersebut sebagai kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
Di situ jelas membutuhkan kemampuan pengorganisasian yang mumpuni. Pertama dengan melibatkan puluhan dan bahkan sampai seratusan orang dalam kepanitiaan dengan berbagai bidang. Kedua seharusnya dimaksimalkan peran mereka. Apa sulitnya dari mereka dipilih, 10 orang dari 100 personil Panpel Qurban, secara khusus konsentrasi untuk mengurus penyediaan atau pembelian hewan Qurban? Selama bisa memenuhi azas keterbukaan dan transparan, kenapa tidak?
Itulah yang disebut membangun sistem kerja kegiatan rutin tahunan dari DKM cq PHBI. Sistem itu bisa jadi patokan kerja, tak masalah jika di tahun-tahun berikutnya gonta-ganti Ketua Panpel Qurban. Sedang sistem kerja yang ada tinggal dipakai, diperbaiki atau kalau perlu disempurnakan terus.
Jangan justru Panpel malah mengembalikan kepada peng-Qurban agar mencari hewan Qurban sapi sendiri atau bakal dilibatkan. Lantas, buat apa jika sudah dibuka pengumuman kolektif bagi pembelian 1 ekor sapi untuk 7 orang? Panpel idealnya dengan filosofi ‘melayani‘, karena peng-Qurban sudah dikenakan biaya operasional dan pasti tak mau repot sampai harus ikut turun memilih hewan sapi Qurban.
Yang tidak lazim lagi, ada organisasi atau kelembagaan bisa mengabaikan saran-saran dari pembina organisasi atau kelembagaan di atasnya atau lembaga resmi yang merupakan refresentatif dari keseluruhan warga. Sebaliknya, malah mau ‘menurut’ oleh pihak yang berada diluar organisasi atau kelembagaan. Karenanya, hal itu patut dipertanyakan.
Buat apa paham akan arti sinergitas (kerjasama) antar lembaga, kalau kemudian tidak diimplementasikan? Sebab, perayaan Hari Raya Idhul Adha yang kemudian berlanjut dengan ritual penyembelihan hewan Qurban, bukan semata sebagai kegiatan konteks keagamaan saja. Tapi, realitanya adalah justru pada konteks sosial kemasyarakatan. Ada yang harus ‘dilayani‘, yakni para peng-Qurban dan penerima hak daging hewan Qurban.
Terakhir, jika semua bidang terakomodir dalam teknis kerja di Panpel, justru hal yang paling krusial yakni penyediaan atau pembelian hewan sapi harus yang sehat serta memenuhi azas transparasi (keterbukaan) – malah dikembalikan kepada para peng-Qurban. Karena itu, membangun sistem kerja yang sudah dijalani agar jauh lebih baik setiap tahunnya, sangat perlu dipikirkan. (***)
(PENULIS adalah Wartawan Ibukota dan pernah jadi Carteker Pemilihan Ketua Yayasan, kini tinggal di Bekasi)