BEKASI (POSBERITAKOTA) – Gugatan perkara pembatalan Akta Pendirian Yayasan Fahd Abdul Malik Nomor : 5 Tanggal 15 November 2011 yang telah disahkan SK Kemenkumham RI telah diajukan oleh Dzulfikri cs, pada tanggal 18 Agustus 2021 telah diputus bahwa PN Cikarang tidak berwenang mengadili perkara ini. Keberanian PN Cikarang mengambil keputusan ini patut diapresiasi oleh masyarakat Bekasi, karena selama ini putusan di PN Cikarang terkesan abu-abu. Dalam putusan ini sangat sesuai dengan aturan yang ada (lihat PERMA No. 2 Tahun 2019 Pasal 2 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).
Hal ini disampaikan oleh Tigor Simanjuntak, SH (Auditor dan Kuasa Yayasan Fahd Abdul Malik). Adapun tafsir dari isi putusan itu sebagaimana disampaikan oleh Sophian Martabaya, SH, MH (mantan Hakim Agung) adalah bahwa PN Cikarang tidak bisa membatalkan Akta Notaris Nomor 5 Tanggal 15 November 2011 yang telah disahkan kemenkumham RI, karena Akta yang sudah disahkan itu melekat pada SK Kemenkumham RI.
Lebih lanjut Sophian mengatakan bahwa SK Kemenkumham merupakan Produk Tata Usaha Negara, maka mau tidak mau, suka tidak suka, harus digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Analisa Sophian bahwa Penggugat akan mengalami kendala karena ada aturan bahwa gugatan Tata Usaha Negara itu maksimal 90 hari setelah ditanda-tanganinya oleh Badan/Pemerintah(Lihat pasal 4 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2019), dengan demikian, berdasarkan kompetensi absolut ini Dzulfikri cs tidak bisa melakukan gugatan pembatalan Produk Pemerintah di PN Cikarang lagi, dan sudah tidak dapat melakukan upaya hukum atas pembatalan akta pendirian Yayasan tersebut karena sudah disahkan pada tahun 2014.
Hal senada disampaikan Pakar Hukum Perdata Prof. Dr. Sugianto, SH. MH bahwa Putusan Sela tentang kompetensi Absolut bersifat Final dan tidak dapat banding. Dengan demikian Dzulfikri cs tidak dapat menggugat Kembali dengan perkara yang sama di PN Cikarang, ini berarti bahwa Yayasan Fahd Abdul Malik sudah tidak bersengketa.
Sebagai catatan bahwa Gugatan Pembatalan (SK Kemenkumham RI maupun Pembatalan SHM) yang selalu diajukan oleh Dzulfikri cs melalui Pengadilan Negeri (Pengadilan Umum/Perdata) maka hasil Putusannya akan sia-sia, karena Putusan Pengadilan Negeri tentang Pembatalan suatu Produk Tata Usaha Negara tidak dapat dieksekusi.
Lihat UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dan PERMA No. 2 Tahun 2019 Pasal 1 ayat 4. Jadi gugatan yang telah dilakukan selama ini oleh pihak keluarga Rofiun terhadap pembatalan SHM dan SK Kemenkumham yang dilakukan di PN Cikarang, merupakan gugatan yang mubadzir dan buang-buang duit. Karena, putusan PN Cikarang tidak bisa membatalkan produk Tata Usaha Negara. Sebagaimana tersebut dalam pasal 11 PERMA No. 2 Tahun 2019 yang berbunyi “Perkara Perbuatan Melanggar Hukum Badan atau Pejabat Pemerintah Pengadilan Negeri Harus Menyatakan Tidak Berwenang Mengadili.”
Adapun contoh putusan yang telah diputus di PN Cikarang adalah bahwa SHM ini tidak bernilai, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Bahwa SK Kemenkumham RI Tidak mengikat. (Putusanini bertentangan dengan kompetensi Absolut sebagaimana PERMA NO. 2 Tahun 2019 Pasal 1 ayat 4). Dengan demikian, putusan yang diajukan Penggugat jika bunyi putusannya seperti ini, maka putusan tersebut tidak akan dapat eksekusi (karena salah kamar/kesalahan kompetensi absolut). Demikian dikatakan oleh ahli hukum Tata Negara yang telah merujuk PERMA No. 2 Tahun 2019 pasal 2 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) tentang Kewenangan Absolut PTUN. ■ RED/GOES