27.2 C
Jakarta
22 November 2024 - 01:18
PosBeritaKota.com
Entertainment

Wartawan yang Seniman, EDDIE KARSITO Pemeran Preman Gagu di Film ‘Bunga Semerah Darah’

DEPOK (POSBERITAKOTA) □ Jangan lantas diasumsikan sebagai bentuk kesombongan. Setelah banyak menolak karena alasan industri film kurang kondusif, Eddie Karsito (wartawan dan seniman), akhirnya menerima peran untuk film ‘Bunga Semerah Darah’. Sebuah film yang ceritanya diadaptasi dari nukilan sastra karya penyair besar, WS. Rendra.

Bahkan, bersama sejumlah penggiat film dan teater, pria yang suka dipanggil dengan nama ‘Kang Edkar’ sebelumnya juga memproduksi film berbasis karya sastra, ‘Petang di Taman’. Karya masterpiece seorang novelis, penyair dan esais Indonesia, Iwan Simatupang.

Setidaknya, ada beberapa artis kenamaan juga berperan dalam film ini. Mereka adalah Tio Pakusadewo, Maudy Kusnaedy, Asrul Dahlan, Vonny Anggraeni, Widi Dwinanda, dan sejumlah pemeran film lainnya. Termasuk seniman (aktor) yang juga penggiat dan wartawan budaya satu ini, tampil dengan karakter menantang. Memerankan tokoh ‘preman gagu‘ alias tunawicara.

“Berperan sebagai preman sudah biasa. Tapi jadi preman gagu belum pernah. Peran ini menantang,” kata ujar Eddie Karsito, saat dijumpai di lokasi shooting film ‘Bunga Semerah Darah’ di pangkalan angkot Leuwinanggung, Kota Depok, Senin (27/6/2022).

Agar bisa mendalami peran tersebut, Eddie mengaku tak perlu observasi khusus. Sebab, sepanjang hidupnya, Eddie menuturkan kalau selama ini sangat intim dengan masyarakat akar rumput, terutama preman.

Melalui lembaga sosial yang didirikannya, Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan, Eddie bahkan telah banyak membina anak-anak jalanan, pengamen, pemulung, janda lanjut usia serta kaum marginal lainnya.

“Soal kerasnya hidup di jalanan di Jakarta, aku sudah merasakannya. Termasuk jadi gelandangan. Tidur di emperan toko. Juga jadi kuli bangunan dan kuli panggul di Pasar Induk Kramat Jati. Pernah jadi kenek angkot, supir oplet. Bahkan jadi timer angkot di lampu merah Keong Ciracas,” kenang perantau asal Kisaran Asahan, Sumatera Utara ini.

Itu sebabnya ketika sutradara Iwan Burnani Toni mendapuknya berperan sebagai preman gagu – timer angkot, Eddie mengaku kepercayaan ini menjadi sebuah kejutan.

“Yang pasti, surprise. Gue banget! Awal-awal merantau di Jakarta dan di Depok, aku ngegembel kayak gini. Cuma menjadi gagu itu perlu aku eksplor. Bagaimana setiap ucapan walau tanpa kata dapat feel-nya. Bagi gua peran tanpa dialog itu sama sulitnya. Bahkan kegaguan ini memerlukan inner,” tutur aktor yang juga guru akting tersebut.

Cerita ‘Bunga Semerah Darah’ mengandung kritik sosial. Mengungkap masalah kemiskinan struktural. Walau ditulis sewaktu WS. Rendra masih duduk di bangku kelas 2 SMP, namun ceritanya masih cukup relevan dengan kondisi sosial masyarakat saat ini.

Sedangkan ceritanya ditulis ulang oleh Iwan Burnani Toni. Disesuaikan dengan konteks zamannya. Mengungkap apa dan bagaimana di balik penderitaan dan perjuangan hidup yang dialami oleh para tokoh dalam cerita ini. Ceritanya mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang diharapkan dapat menjadi ibrah (pelajaran) bagi generasi Milenial abad ini.

“Ini semua terjadi dengan latar belakang Indonesia tahun 1950-an. Tetapi kondisi yang sama masih diperjuangkan sampai sekarang. Seperti soal kemiskinan, korupsi, premanisme, ketidak-adilan, seks bebas, Narkoba dan kasus kriminal lainnya,” tutur Eddie, panjang lebar.

Sosok Eddie Karsito memang peduli terhadap berbagai karya seni berbasis sastra dan budaya. Termasuk film. Tahun lalu beliau menyutradarai film pendek tentang pergelaran wayang kulit dalam rangka ‘International Festival Shadow Theater Indonesia’ di Mexico 2021. Bahkan film yang diproduksi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi – Republik Indonesia ini juga dirilis di 33 negara sahabat.

Saat ini, beliau dipercaya menjadi salah satu fasilitator program Mobile Arts for Peace (MAP) Tahun 2021 – 2024, University of Lincoln, UKInggris. Program ini bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta.

Mobile Arts for Peace (MAP) merupakan program berbasis seni dan budaya yang melibatkan anak-anak muda, untuk membangun kesepahaman dan perdamaian, khususnya di empat negara; Kyrgyzstan, Rwanda, Indonesia dan Nepal.

Kendati dirinya bukanlah sosok artis populer, tapi puluhan peran dengan karakter berbeda-beda pernah dimainkan oleh aktor yang banyak menerima penghargaan ini. Salah satunya sebagai Aktor Pembantu Pria Terpuji Festival Film Bandung (FFB) tahun 2008.

Eddie juga pernah menerima penghargaan karya kolektif, Juara I Festival Film Independen Indonesia (FFII SCTV) Tahun 2003, melalui film ‘Di Suatu Siang di Sebuah Perkampungan Kali Mati Karet Bivak.’ Film ini merupakan karya bersama komunitas satu sanggarnya, yang disutradarai CC. Febriyono.

Beberapa kali Eddie Karsito dinominasikan sebagai Aktor Pemeran Pembantu Terbaik Festival Film Jakarta (FFJ) 2007 dan di Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2006. Diantaranya melalui film bioskop, ‘Mengejar Mas-Mas’, ‘Maaf, Saya Menghamili Istri Anda’, dan film televisi (FTV) ‘Ujang Pantry.’

Namun begitu di industri perfilman, namanya mulai dikenal saat memerankan tokoh Lamhot Simamora, lewat film yang mengundang kontroversi, ‘Maaf, Saya Menghamili Istri Anda’ (2007). Bahkan lewat film itu pula yang mengantarnya mendapat berbagai penghargaan. ■ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Via Vallen Tak Ragu Lagi Menuju ke Pelaminan Setelah Dilamar Sang Kekasih

Redaksi Posberitakota

SONNY JOSZ BALAS PENGABDIAN SERIUS URUS IBU SAKIT DI MADIUN

Redaksi Posberitakota

Ogah ke Politik, MASTER LIMBAD Pilih Profesional Sebagai Seniman

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang