JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Jelang purna tugas atau 16 hari kedepan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ‘diwanti-wanti agar jangan melakukan promosi demosi mutasi jabatan eselon II maupun III di lingkungan birokrasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Harapan tersebut disampaikan Koordinator Jakarta Initiative, Gea Hermansyah, saat berbicara dalam diskusi bertajuk ‘Transisi Balai Kota Jakarta‘ di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2022).
“Jadi, secara etika fatsun birokrasi, hendaknya baik Gubernur Anies maupun Wagub Ariza, tidak melakukan promosi demosi mutasi jabatan eselon II maupun III,” tuturnya.
Sikap ‘wanti-wanti‘ itu dilontarkan, karena Jakarta Initiative mengendus adanya pemutasian dan pengangkatan jabatan di lingkungan birokrasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menjelang masa jabatan Anies Baswedan berakhir.
Kendati disebutnya hal tersebut tidak melanggar ketentuan, masih menurut Gea, eselon I dan II sesuai ketentuan harus melalui rekomendasi KASN. Terlebih, tegasnya, Anies Baswedan baru saja menerima penghargaan dari KASN karena berhasil menjalankan sistem meritokrasi.
“Sebab, pergeseran eselon I dan II sesuai ketentuan harus melalui rekomendasi KASN Biasanya harus dengan uji kompetensi, tidak menggeser begitu saja. KASN mengawal proses, tidak ikut menentukan siapa yang terpilih,” kata Gea, lagi.
Meski demikian, tambah dia,
ada calon pejabat eselon yang masuk daftar pelanggar kode etik, kode perilaku dan netralitas. Bahkan, menurut Gea, KASN dipastikan tidak akan memberikan rekomendasi atas calon bermasalah itu.
“Sebab, kebijakan akhir masa jabatan ini rentan disusupi kepentingan oknum-oknum yang mengambil manfaat untuk pribadi dan kelompok. Ini sudah sering terjadi dari era Gubernur sebelumnya,” tutur dia.
Salah satu narasumber yang tampil dalam diskusi tersebut, Jim Lomen Sihombing yang juga aktivis Visi 98, mengatakan bahwa Pemerintah Pusat seharusnya mengajak bicara setiap unsur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, baik legislatif maupun eksekutif. Hal ini diperlukan agar transisi pergantian ‘orang nomor satu’ di Jakarta itu berlangsung lebih baik.
“Pada kenyataannya, sekarang ini seperti tidak ada ruang diskusi antara Anies dan Ariza dengan calon penggantinya. Mungkin Anies dan Ariza juga merasa tidak enak kalau tidak diajak bicara. Sehingga sangat mungkin ada manuver di injury time,” komentarnya.
Dalam pandangannya lebih labih lanjut bahwa siapapun PJ Gubernur DKI Jakarta yang dipilih Presiden akan sangat sulit mengembalikan semangat bersama untuk membangun Jakarta. Khususnya, semangat birokrasi yang saat ini telah dibangun dengan baik oleh Anies Baswedan.
“Kan ada tiga nama yang sudah digodok di parlemen, tapi di luar itu ada yang digodok di luar parlemen. Maka, jika ada birokrasi yang macet, maka hal itu tidak aneh. Saat Anies keluar dari Balaikota, maka yang disalahkan adalah Istana,” tegasnya.
Hal berbeda disampaikan pengamat kebijakan publik, Amir Hamzah. Ia bilang ada 3 kewenangan yang akan diperoleh PJ Gubernur DKI Jakarta. Yakni, pertama adalah kewenangan untuk mengelola keuangan daerah. Kedua, menjadi pejabat pembina kepegawaian. Dan, ketiga menjadi pemegang kekuasaan pengelolaan aset.
“Makanya, di dalam penunjukkan Pj Kepala daerah ini, baru DKI Jakarta yang diminta untuk mengusulkan nama. Hal ini untuk menghindari adanya masalah di kemudian hari. Seperti yang terjadi di Banten dan Bangka Belitung. Waktu itu, Mendagri langsung mengusulkan kepada Presiden agar Sekda jadi Pj Gubernur Banten dan Dirjen Minerba jadi Pj Gubernur Babel, sehingga sekarang bermasalah,” tutupnya. ■ RED/AGUS SANTOSA