JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Sepuluh hari kedepan atau tepatnya pada 16 Oktober, Gubernur DKI Anies Baswedan sudah memasuki masa purna tugasnya. Selanjutnya, Jakarta bakal dipimpin oleh pelaksana jabatan (PJ) Gubernur selama 2,5 tahun. Sambil menunggu pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, saat ini justru menimbulkan silang pendapat (pro dan kontra) di kalangan masyarakat.
Seperti kita ketahui bersama bahwa berapa wilayah atau daerah di Indonesia, juga akan dipimpin oleh pelaksana jabatan (PJ) yang menggantikan Kepala Daerah definitif yang habis masa jabatannya, sebelum Pilkada Serentak dimulai.
Sedangkan berdasarka data dari Kemendagri, Pemilu Serentak yang baru akan digelar pada 14 Pebruari 2024, justru mengakibatkan kekosongan 24 kursi Gubernur dan 248 kursi Bupati atau Walikota yang sebenarnya baru akan habis masa jabatannya antara tahun 2022 – 2023.
Guna mensikapi dan sekaligus membahas issue seksi di atas, Jakarta Initiative menggelar Diskusi Terbatas dengan mengusung tema : ‘Mengawal Hasil Keputusan DPRD Perihal PJ Gubernur DKI Jakarta‘ bertempat di Bakoel Kaffe Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2022). Tema tersebut berbanding lurus dengan harapan mencari gubernur pilihan rakyat Jakarta.
“Pastinya, permasalahan ini menjadi sangat krusial, mengingat banyaknya daerah yang dipimpin oleh PJ. Terutama daerah-daerah yang dijabat oleh PJ selama dua tahun atau bahkan lebih. Bahkan, potensi pengangkatan PJ bermuatan politis, karena ia adalah pejabat pemerintah. Tentu saja bisa jadi kepanjangan tangan Pemerintah Pusat, “ungkap Aji Rimbawan sebagai pengantar diskusi terbatas tersebut.
Diskusi tersebut menghadirkan tiga pembicara dari anggota DPRD DKI Jakarta. Masing-masing adalah Syarif M.Si (Partai Gerindra), Dr dr Gilbert Simanjuntak SpM (PDIP) dan HR Khotibi Achyar, S.Ip alias Haji Beceng (Partai Golkar). Sedangkan untuk penanggap diskusi ini antara lain ada Jim Lomen Sihombing (Visi 98), Hendra Setiawan (SIGMA Indonesia) serta Ervan Purwanto (aktivis Betawi).
Pada masa transisi akibat terjadinya kekosongan Gubernur Provinsi Jakarta, mungki dapat terjadi stagnasi program kerja yang sudah dianggarkan lewat APBD. Boleh jadi juga untuk pelaksanaannya bakal mangkrak jika tidak ada konsolidasi birokrasi.
Sedangkan program yang telah dilaksanakan maupun program kerja Pemprov DKI Jakarta yang belum diwujudkan, justru harus dilanjutkan oleh PJ Gubernur DKI. Padahal, di dalam ‘pemerintahan transisi” harus diatur. Jika tidak diatur dengan baik, tentu bisa berdampak pada proses pemerintahan itu sendiri.
Sebelumnya melalui sidang paripurna, DPRD DKI Jakarta sudah mereferensikan 3 nama kandidat PJ Gubernur DKI. Mereka adalah Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Daerah DKI Marullah Matali dan Bahtiar yang kini menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.
Terkait dengan apa yang sudah dilakukan DPRD DKI Jakarta, seharusnya Pemerintah Pusat memperhatikan rekomendasi yang dilakukan oleh legislatif maupun eksekutif. Kenapa? Justru sangat diperlukan supaya transisi pergantian orang ‘nomor satu‘ di Jakarta tersebut berlangsung baik dan pemerintahan pun berjalan mulus.
“Dampaknya bakal berpotensi kurang baik, jika 3 nama yang direkomendasikan oleh DPRD DKI Jakarta, justru tidak ada yang diambil oleh Kemendagri/Presiden RI. Sebab, DPRD DKI Jakarta ini merupakan manifestasi suara rakyat Jakarta. Kekhawatiran berpengaruh itu terhadap jalannya roda pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta, terlebih lagi menyangkut soal tata kelola birokrasi,” papar Aji, lagi.
Berbeda apa yang diungkapkan anggota DPRD DKI Jakarta, HR Khotibi Achyar S.Ip atau yang lebih dikenal dengan nama Haji Beceng (Betawi Cengkareng). Ia berharap agar PJ Gubernur Jakarta memiliki kriteria berintegritas, disamping mempunyai pengalaman di Jakarta.
Ditambahkan anggota Komis A DPRD DKI Jakarta bahwa dirinya sebagai ‘wakil rakyat‘ yang mewakili masyarakat Betawi, meminta agar PJ Gubernur DKI juga mau menerbitkan Pergub tentang pelestarian budaya Betawi. “Dan, hal itu sudah lama kita tunggu-tunggu,” tegas Haji Beceng.
Sedangkan menurut pandangan Gilbert Simanjuntak, terkait PJ Gubernur DKI Jakarta yang bakal ditunjuk dan ditetapkan nanti, tentunya harus orang yang bisa bekerja. Meski secara legal standing, DPRD tidak punya wewenang dalam menentukan PJ Gubernur DKI.
Hal tersebut di atas, seperti yang disampaikan Syarif dari politisi Partai Gerindra, tidak menjadi masalah bagi dewan, apabila 3 nama yang diusulkan nantinya ditolah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Ya, nggak ada masalah. Wong itu menjadi hak prerogatif Presiden, ” tegas Syarif sambil menambahkan terkait usulan DPRD DKI itu tidak lebih merupakan aksesoris demokrasi saja,’ ucap dia.
Sementara itu salah satu peserta diskusi sebagai penanggap, Ervan Purwanto yang mewakili aktivis Betawi, menilai terkait penentuan PJ Gubernur DKI Jakarta karena waktunya yang panjang maka bakal terjadi politik akomodir.
“Artinya, bisa saja PJ Gubernur DKI Jakarta yang terpilih nanti, di tahun depannya digantikan untuk mengakomodir kepentingan lainnya,” jelas pria yang juga dikenal sebagai staf ahli dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) dari DKI Jakarta Prof Dr H Dailami Firdaus tersebut. ■ RED/AGUS SANTOSA