Pentas ‘Lenong Denes’ di Setu Babakan Jaksel, FIRMAN PUJAAN HATI Sentuh Minat Seni Kaum Milenial

JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Dalam khazanah seni Lenong Betawi dikenal dua jenis lenong, yaitu Lenong Denes (dinas) dan Lenong Preman. Kedua jenis lenong tersebut memiliki perbedaan yang amat mendasar, terutama pada cerita dan penggunaan bahasanya.

Menurut Firman Pujaan Hati yang akan mementaskan Lenong Denes pada 19 Maret 2023 pukul 15.00 WIB, bertempat di Setu Babakan, Jakarta Selatan (Jakse) nanti, perbedaan tersebut dikarenakan latar belakang lahirnya Lenong Denes dan Lenong Preman memang berbeda.

Lenong Denes lahir di kalangan orang-orang berada atau pejabat di masa panjajahan dulu. Sedangkan Lenong Preman lahir ditengah masyarakat kebanyakan. Maka selain penggunaan bahasa seperti ‘Kau’ dan Aku’ juga pada cerita dan kostum para pemainnya. Belum lagi juga perbedaan di jenis musik pengiringnya,” kata Firman selaku pimpinan Lenong Puja Betawi tersebut.

Firman bersama Lenong Pujaan Betawi sendiri akan mengangkat cerita berjudul “Harta, Tahta dan Wanita”. Berdurasi sekitar 2,5 jam, pementasan tersebut akan memberikan gambaran secara maksimal tentang bagaimana bentuk atau format Lenong Denes yang sebenarnya. Menurut guru di SMAN 105 Jakarta ini, “Lenong Denes harus terus dijaga pelestariannya, jangan sampai hilang tergerus oleh perkembangan zaman,” tambahnya.

Menurut bungsu dari 12 bersaudara anak ‘Maestro LenongH. Rodjali atau Babe Rojali, pendiri Group Jali Putra, dalam pementasan Lenong Denes nanti, ia akan mengusung juga selingan cerita menyangkut sosok hantu, yaitu kuntilanak. “Itu hanya untuk hiburan saja, karena saya menilai bahwa cerita yang dibumbui miteri cenderung disukai oleh penonton,” ucapnya, menambahkan.

Justru di tangan Firman, kesenian Betawi memang seakan tak memiliki tabu untuk memasuki ruang-ruang modernitas, karena Pemain Musik Terbaik dalam Lomba Karya Cipta Musik Betawi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI tahun 2018 telah membuktikan beberapa karyanya yang bisa diterima oleh kalangan modern maupun tradisional.

Selain itu, sederet penghargaan yang telah diterimanya merupakan bukti dari bagaimana ia mampu berbicara secara kualitas sebagai seorang seniman tradisional Betawi. Piagam penghargaan dari Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO pada Konser Karawitan Muda Indonesia tahun 2009, piagam penghargaan dari Jenderal Manager Taman Mini Indonesia Indah sebagai Pencipta Lagu Terbaik, Penata Musik Terbaik, Penata Musik Unggulan, adalah sebagian dari pencapaiannya di dalam kompetisi.

Lebih lanjut, lelaki kelahiran Jakarta, 22 Juli 1981 ini memiliki obesesi yang kuat seputar eksistensi kesenian tradisional Betawi, yaitu bagaimana membuat kalangan milenial bisa tertarik terhadap kesenian tradisional Betawi, pada arus digital yang begitu deras.

“Kelak kami akan menyentuh dunia multi-media di dalam karya-karya kami, karena itu salah satu cara untuk bisa memasuki minat kaum milenial. Seni boleh tetap tradisional, tetapi kemasan harus mengikuti perkembangan zaman,” tukas Firman, menutup pembicaraan dengan POSBERITAKOTA. ■ RED/HANNOENG M. NUR/EDITOR : GOES

Related posts

Dihadiri Cagub Ridwan Kamil, ADI KURNIA Bersama AKSI Berbagi 5000 Sembako Murah di Condet Jaktim

Bukan Hanya dari Tokoh Masyarakat Jakarta, PRAMONO – BANG DOEL Kantongi ‘Peluru Emas’ Dukungan Ulama & Habaib

Arahan dari Kapolres Jakpus, PENYULUHAN ANTI TAWURAN & Kenakalan Remaja di SMPN 10 Jakarta