OLEH : PROF DR KH NASARUDDIN UMAR MA
DARI segi kebahasaan, fungsi huruf ba pada basmalah (bi ism Allah) untuk memohon pertolongan, yaitu menyandarkan niat dan perbuatan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Dengan cara ini, bi ism Allah bisa diartikan dengan (pertolongan) nama Allah. Huruf ba di sini juga bisa berfungsi sebagai pengganti (istibdal). Dengan cara ini, bi ism Allah bisa diartikan ‘atas nama Allah atau dalam bahasa Inggris in the name of Allah.
Jika menggunakan terjemahan pertama, manusia lebih menonjol sebagai hamba yang segalanya untuk dan karena Allah subhanahu wata’ala semata. Sedangkan, pada terjemahan kedua, manusia lebih menonjol sebagai khalifah, representatif Allah subhanahu wata ‘ala. Keduanya sama-sama bisa digunakan dengan logika sebagaimana diuraikan terdahulu.
Terdapat berbagai pendapatismi penulisan huruf ba didempetkan dengan kata ism. Menurut penulisan Arab resmi, biasanya huruf ba ditulis terpisah seperti penulisan iqra’ bi ismi Rabbik dalam surah Al-‘Alaq, tetapi dalam basmalah ditulis menyatu (bismi Rabbik). Sebagian ulama mengatakan itu karena perintah langsung dari Nabi untuk menghilangkan huruf alif (hamzah washl) sesudah huruf ba, lalu huruf itu disambungkan dengan kata ism, maka jadilah bismi, bukan bi ismi.
Sebagian ulama menekankan hikmahnya bahwa penyatuan itu dilakukan karena ada huruf Allah sesudah kata ism. Lain halnya kalau nama Rab atau nama lain-Nya, seperti nama-nama dalam Al-Asma’ Al- Husna, tetap ditulis terpisah.
Perhatikan dalam ayat lain, misalnya dalam ayat “Bismillah majraha wa mursaha” (Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya) (QS, Hud (il]: 41), Dalam ayat ini juga ditulis bersambung antara huruť b dan kata (hiillah) Lafaz Allah adalah lafaz agung (lafz jalala) yang tidak boleh ada siapa pun yang bisa menggunakannya selain Allah subhanahu wata’ala.
Ibn ‘Asyur dalam tafsirnya, Al- Tahrir wa Tamwi, menjelaskan penyambungan huruf ba dengan ism tanpa menggunakan hamzah washl untuk membedakan tradisi Arab jahiliyah yang jika hendak melakukan sesuatu terbiasa menggunakan kata “Bi ism al-lata wa al-‘udza” (Dengan nama Lata dan ‘Ueza nama berhala paling besar di samping Kabah saat itu), Mereka menulis huruf ba terpisah dengan kata ism, Al-Quran menyambungnya untuk membedakan kata Allah dan al-lata wa al-udza.
Pertanyaan mendasar yang tidak mudah dijawab ialah, mengapa Allah subhanahu wata’ala menyandatkan kepda nama-Nya Mengapa tidak langsung dikatakan billah Rahman Al-Rahim (dengan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)? Mengapa harus melalui perantara nama-Nya?Pertanyaan ini diuraikan secara kebahasaan oleh unam Fakhr al-Razi dalam Al-Tafsir Al Kabirnya, yang iatinya sesungguhnya bisa dipahami atau sesuatu yang lazim di dalam bahasa Arab. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Al Thabari.
Dalam perspektif tasawuf ternyata tidak sesederhaa itu penjelasannya, Pertama-tama dibedakan dengan jelas bahwa kata Allah adalah lafaz agung berada dalam level Ahadiyyah sedangkan kata Rabb himpunan dari nama-nana-Nya yang berada di level Wahidiyyah. (Bersambung/goes)