Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ALLAH – RAB & ILAH

OLEH : PROF DR KH NASARUDDIN UMAR MA

DALAM pembahasan terdahulu sudah dibahas mengapa redaksi digunakan kata bismillah, bukan biism Rab atau bi ism Ilah. Juga sudah dibahas mengapa digunakan perantara kata ism, tidak langsung disebut Bi Allah al-Rahman al- Rahim. Apa sesungguhnya perbedaan ketiga nama ini (Allah, Rab dan Ilah)?

Ketiga nama ini sama-sama diambil dari bahasa Arab walaupun ada orang yang mengklaim nama Allah dan Ilah diambil dari bahasa Hebrew atau Ibrani. Di sini yang lebih penting bukan mempersoalkan nama itu dari bahasa mana, tetapi arti dan perbedaan ketiga nama tersebut.

Nama Allah sebagai lafadz agung (lafadz jalalah) tidak boleh apa pun dan siapa pun menggunakan nama ini. Bahkan, nama ini dianggap sangat sakral bagi umat Islam. kita tidak boleh meletakkan di sembarang tempat, apalagi di tempat yang tidak pantas.

Lafadz ini dianggap sebagai lafadz suci dalam Islam. Meskipun itu hanya dalam bentuk simbol atau lambang berupa huruf, tetapi itu melambangkan kesucian nama Allah subhanahu wata’ala. Nama Allah dianggap sebagai nama dari keseluruhan nama (al-ism al-jami‘) yang meliputi sifat, perbuatan dan zat.

Nama Allah diungkapkan dengan kalimat yang padat makna, yang pemahamannya diperlukan pengetahuan yang komperhensif. Di antara kalimat itu ialah sebagai berikut.

Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir – hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (QS. al-Nur (24): 35).


Redaksi yang rumit dipahami yang disandarkan kepada diri-Nya pada umumnya menggunakan nama Allah atau kata ganti (dhamir) dari nama Allah. Penjelasannya akan diungkapkan pada saat membahas ayat-ayat tersebut. (Bersambung/goes)

Related posts

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, MERAMU IKHLAS dari Wafatnya Orang yang Terkasih

Kajian Jumat Pilihan di Masjid Istiqlal Jakarta, AKHLAK Terhadap yang Lemah & Susah

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, MAKNA ESOTERIS Kumandang Adzan