OLEH : AGUSTO SULISTIO
USAI gerakan Reformasi 1998, muncul polarisasi di kalangan aktivis, mahasiswa dan rakyat. Meski mundurnya Presiden Soeharto menjadi tujuan awal Reformasi, namun pemantauan terhadap kekuasaan dan demokrasi tetap krusial dan penting dilakukan.
Langkah strategis tokoh-tokoh seperti Alm. Buyung Nasution, Alm. Mulyana, Alm. Amir Husain Daulay, dr. Hariman Siregar dan kawan-kawan dalam menyikapi polarisasi para aktivis mahasiswa dan rakyat setelah terwujudnya Reformasi 1998 yaitu membentuk wadah bagi para aktivis agar berada dalam satu perhimpunan untuk Demokrasi Indonesia.
Didirikannya Indonesia Democracy Monitor (Indemo), pada 15 Januari 2000, bersamaan dengan peringatan peristiwa MALARI 15 Januari 1974 tetap fokus pada pemantauan kekuasaan dan demokrasi, kerakyatan dan HAM. Guna memastikan bahwa perubahan sistem demokrasi pasca Reformasi dan pemerintahan telah berganti, namun itu tidak menghentikan semangat Indemo dalam pemantauan terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah, hukum, demokrasi dan HAM.
Keberadaan Indemo menjadi salah satu cermin kesadaran akan pentingnya pemantauan dan kontrol terus-menerus dalam menjaga kesehatan demokrasi di Indonesia pasca-Reformasi.
PILPRES TERPERCAYA
PADA peringatan HUT Indemo yang ke-17 tahun 2017, bahwa membangun kesadaran demokrasi sejak didirikannya pada tahun 2000, Indonesia Democracy Monitor (Indemo) telah secara rutin mengkaji dan menyoroti pelaksanaan demokrasi, melibatkan rentang pemerintahan mulai dari era Gus Dur hingga Presiden Joko Widodo.
Hal itu tercermin pada HUT Indemo ke-17 juga sekaligus memperingati 43 tahun Peristiwa 15 Januari 1974 ke 43 (Malari) di Balai Kartini, Jakarta, melalui Seminar Kebangsaan berjudul “Menyikapi Perubahan, Kebangkitan Populisme.” Para pembicara, Tokoh MALARI dr. Hariman Siregar, Pengamat Politik dan Sosial Yudi Latif, Pengamat Ekonomi Faisal Basri, dan Peneliti STF Driyarkara Herry Priyono. Hariman Siregar sebagai Keynote Speaker menyampaikan bahwa meskipun telah mengalami empat pemilihan presiden (Pilpres) yang aman sejak Reformasi tahun 1999, kepercayaan publik terhadap demokrasi masih menyisakan ketidakpastian. Hariman menekankan urgensi mengembalikan kepercayaan masyarakat dan mengurangi penolakan terhadap pemimpin terpilih, sebagai langkah menjaga kesehatan demokrasi di Indonesia.
Saat itu Hariman memberikan contoh kasus pada peristiwa di Amerika Serikat, terkait pemilihan Donald Trump yang meski sukses namun tetap diragukan oleh sebagian masyarakat. Hal ini mengingatkan kita pada Pilpres 2024 yang hanya menyisakan sekitar 10 hari lagi bahwa ini menjadi peringatan bagi kita sebagai bangsa Indonesia untuk pentingnya menjaga kepercayaan dan rasionalitas masyarakat dalam proses demokrasi kedepan.
SOROTAN INDEMO
DALAM kajian diskusi rutin Indemo sejak tahun 2000 silam, catatan utama bagi setiap pemerintahan perlunya memastikan 3 hal utama, yaitu: Civil society, Pers yang berimbang dan aparatur negara yang profesional.
Ketiga hal itu sangat vital bagi kesehatan demokrasi di Indonesia. Ketika masyarakat sipil aktif, media memberikan liputan objektif, dan birokrasi beroperasi dengan integritas, dampak positifnya signifikan.
Apalagi jika tiga hal tersebut dikaitkan dengan materi Debat Capres 2024 Minggu (4 Februari 2024) malam dengan topik : Ketenagakerjaan dan Pendidikan, maka tanpa ketiganya tak mungkin dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang baik dari kualitas dan pemerataan pendidikan.
Ketiga aspek jika diabaikan maka terjadi penurunan indeks demokrasi yang substansial, menciptakan risiko terhadap representasi kepentingan masyarakat, opini publik yang informasional dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam situasi tantangan global dengan segala dinamika persoalannya.
Meski terlambat, ayo dan marilah Selamatkan Demokrasi adalah salah satu jalan terbaik dari persoalan yang sedang kita hadapi bersama dengan segala konsekuensinya. Keikhlasan dan kelegowoan hati dan pikiran harus menjadi bagian utama untuk dikedepankan, nilai-nilai berbangsa dan bernegara akan menjadi catatan tersendiri serta realitas yang akan terwujud tanpa kita menunggangi keadaan dari situasi ini. Semoga! (***/goes)
(PENULIS : Agusto Solistio adalah Pemerhati Masalah Kebangsaan dan Pengamat Pemerintahan, tinggal di Jakarta)