Khutbah Jum’at di Masjid Istiqlal, KH SOETRISNO HADI Bahas Rekomendasi Syari’at Kepada Muslim Pasca Ramadhan

JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Ada yang patut kita syukuri, karena telah dengan baik menunaikan ibadah Ramadhan sebulan penuh lamanya. Siangnya kita berpuasa, sedang malamnya kita penuhi dengan beragam ibadah badaniah seperti shalat tarawih, witir, tahajud, tilawah, i’tikaf maupun ibadah maliyyah yang meliputi zakat dan sadaqah. Selain itu juga ibadah Nafsiyah yang antara lain seperti ikhlas, sabar, syukur serta doa maupun munajat.

Renungan dan penggambaran di atas disampaikan secara gamblang oleh Dr. KH. Soetrisno Hadi SH. MM. M.SI selaku imam dan khotib dalam khutbah sholat Jum’at dihadapan puluhan ribu jamaah yang rutin memadati Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, 3 Syawal 1446 Hijriyah/12 April 2024 Masehi.

“Bahwa dari semua yang kita lakukan itu adalah dimaksudkan untuk mengikuti syari’at – yakni pilar kedua dalam sistem ajaran Islam, setelah aqidah kemudian akhlaq – yang diajarkan Allah subhanahu wata’ala pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kita semua. Sedangkan syari’at telah merekomendasikan pada kaum Muslimin dan kita semua,” terang KH Soetrisno Hadi, melanjutkan khutbahnya.

Disebutkan bahwa untuk yang pertama, terkait pentingnya ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-NYA serta Ulil Amri di antara kita. Seperti difirmankan Allah subhanahu wata’ala dalam Al-Qur’an:
يَتَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ
مِنكُمْ فَإِن تَنَزَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُم
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً :
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah.(Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS. an-Nisa/4: 59).

Kembali digambarkan KH. Soetrisno Hadi, ketaatan pada Allah subhanahu wata’ala dalam ayat itu oleh sebagian ulama dimaknai sebagai bagian dari kesediaan kita untuk mau hidup dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan syari’at yang mulia.

Seperti yang dikatakan Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf, dari Al-Azhar University, Cairo, Al-Qur’an adalah undang-undang sekaligus petunjuk bagi manusia dan sebagai sarana pendekatan (seorang hamba pada Tuhannya), sedang membacanya adalah ibadah. Ketaatan lainnya adalah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihialaihi wasallam yang direpresentasikan dalam bentuk kesediaan kita untuk mau memenuhi dan menjalankan al-Sunnah. Baik  itu sunnah qawliyyah, sunnah fi’liyyah, maupun sunnah taqririyyah.

Untuk ketaatan ketiga yang dimaksudkan dalam ayat itu, menurut KH. Soetrisno Hadi lebih jauh, yakni dalam konteks syari’at adalah perintah mentaati Ulil Amri.(pemimpin) di antara umat Islam ialah perintah mengikuti hukum yang telah disepakati oleh para mujtahid.

“Karena, merekalah pemimpin ummat dalam penetapan hukum-hukum syara. Dalam konteks ke-Indonesiaan, kepatuhan kepada ulil amri dimaksudkan adalah kepatuhan terhadap negara, pemerintah dan undang-undang yang berlaku dalam hukum positif di Indonesia,” jelasnya.

Selanjutnya, ketiga bentuk kepatuhan itu membentuk kinerja muslim yang mengagumkan yaitu : Muslim yang taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-NYA serta loyal terhadap negara dan aturan kenegaraan di Indonesia. Negara dengan tipologi penduduk seperti itu akan sangat kokoh kuat dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan baik dari dalam maupun luar negeri.

Muslim yang istiqamah, konsisten terhadap nilai-nilai luhur qur’ani sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an Surat Hud:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (ج)
Artinya :Maka tetaplah engkau (Muhammad) di jalan yang benar, sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan(QS. Hud/11: 112).

Diuraikan KH. Soetrisno Hadi bahwa mereka adalah orang-orang yang menerapkan nilai-nilai luhur hasil tempaan ibadah Ramadhan seperti tulus ikhlas dalam bekerja, jujur, lurus, benar, sabar, ulet, tahan uji dan tidak mudah menyerah serta hidup dengan rasa syukur yang tinggi terhadap karunia Allah subhanahu wata’ala.

Mereka pula adalah orang-orang yang cerdas secara intelektual (IQ), cerdas secara emosional (EQ), dan cerdas secara spiritual (SQ). Bahkan cerdas secara sosial (SCQ). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya oleh sahabat Abu Amrah Sufyan bin Abdullah radhiallahu anhu:

“Wahai Rasulullah, ajarkanlah pada saya suatu ungkapan yang mencakup tentang Islam. Saya tidak akan menanyakan kepada selain engkau?”. Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:Katakanlah aku beriman kepada Allah subhanahu wata’ala kemudian istiqamah (teguh dalam pendirian)” (HR. Muslim dalam Imam Nawawi, Riyadh ash-Shalihin).

Kedua, selama bulan Ramadhan kita telah ditempa, digembleng dengan beragam amaliyah yang berujung pada terciptanya pribadi – pribadi yang bersih lahir dan suci batin. Mereka yang kembali kepada kesucian dirinya Id al-Fitri.

Mereka telah menempa diri dengan purifikasi fisikal (tathhir al-badan), psikikal (tathhir al-qalb), dan spiritual (tathhir ar-ruh). Telah menjalani tazkiyyat an-nafs, ikhtiar efektif dalam menjadikan diri sebagai orang yang dicintai Allah subhanahu wata’ala. Mereka telah mempersonifikasikan diri dalam Imago Dei hidup dengan citra ketuhanan seperti diajarkan syari’at dalam Al-Qur’an:
صلے
وَيَسْتَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ
صلے
في
الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ
حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh adalah suatu kotoran“. Oleh karena itu, jauhilah istri pada waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang yang menyucikan diri” (QS.al-Baqarah/2: 222).

Pada bagian akhir khutbahnya, KH Soetriano Hadi mengungkapkan bahwa kita semua berharap, jika kedua rekomendasi syariat itu
(baik primer maupun sekunder) tetap bersemayam dalam hati kaum Muslimin di Indonesia dan diaplikasikan dalam bentuk-bentuk karya produktif. “Kita dan semua anak bangsa ini, layak berkeyakinan Indonesia Emas di Tahun 2045 dapat terwujud. Negara yang dicita-citakan semua orang beriman yaitu negara yang baik yang didalamnya terdapat ampunan Tuhan (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) (QS. Saba/34/15,” urainya, mengakhiri. © RED/PBK/AGUS SANTOSA

Related posts

KKN di Rumah Ibadah, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA Bikin Seminar Tema ‘Manajemen Keuangan Masjid’

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ‘RELASI TUHAN & HAMBA’

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, SELAMAT BERTUGAS Para Pemimpin Negeri