OLEH : PROF DR KH NASARUDDIN UMAR MA
PARA salik yang sudah sampai kepada tahap memiliki telinga memahami kalau bunyi-bunyian alam sesungguhnya tidak lain adalah sama’ yang menghaluskan jiwa dan menenangkan pikiran. Apapun yang didengar telinga sesungguhnya itu tidak lain adalah musik makrokosmos, musik alam raya.
Bunyi deru ombak di laut, gemercik air sungai, gesekan dedaunan, nyanyian burung – burung malam, dan suara guntur pun kesemuanya menyampaikan pesan Tuhan. Para salik harus membiasakan telinganya untuk lebih sensitif menerima suara- suara yang tidak melalui gendang – gendang telinga, melainkan langsung ke pusat saraf.
Dalam salah satu ayat pernah disebutkan Allah subhanahu wata’ala dalam QS. Fathir/35 ayat 1: Allah menambahkan pada ciptaan-NYA apa yang dikehendaki-NYA.
Bahkan dalam kitab tafsir Mafatihul Ghayb Fakhruddin al-Razi, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan keutamaan tambahan pada ayat ini ialah suara yang bagus (as-shaut al-hasan).
Nilai-nilai keindahan dan kebaikan mendapatkan tempat yang positif di dalam Al-Quran, seperti diisyaratkan dalam QS. al-A’raf/7 ayat 32: “Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-NYA untuk hamba- hamba-NYA dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?”
Sindiran Al-Quran terhadap suara yang tidak memiliki unsur keindahan dan kasar ialah suara keledai, dinyatakan dalam QS. Luqman/31 ayat 19: “Sesungguhnya seburuk-buruk
suara ialah suara keledai”.
Suara keledai terkenal keras dan tidak beraturan. Agaknya memang seni dan musik tidak banyak disinggung di dalam Al-Quran, tetapi Al-Quran itu sendiri melampaui karya seni terbaik sekalipun.
Baik pada masa turunnya maupun pada zaman- zaman sesudahnya. Salah satu kemukjizatan Al-Quran ialah keindahan dan ketinggian nilai seni-sastra dan bahasanya yang amat tinggi dan menakjubkan.
Selain Al-Quran juga ditemukan beberapa hadits menerangkan musik dan seni suara mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia. Para Nabi yang diutus oleh Allah subhanahu wata’ala semuanya memiliki suara yang bagus, sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Qatadah: “Allah tidak mengutus seorang nabi melainkan suaranya bagus”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa riwayat memberikan dukungan terhadap musik dan seni suara, antara lain, cerita ‘Aisyah tentang dua budak perempuan pada Hari Raya ‘Id (Idhul Adha) menampilkan kebolehannya bermain musik dengan menabuh rebana.
Sementara Rasulullah SAW bersama dirinya menikmatinya. Abu Bakar tiba-tiba datang dan membentak kedua pemusik itu, lalu Rasulullah menegur Abu Bakar dan berkata: “Biarkanlah mereka berdua hai Abu Bakar karena hari-hari ini adalah hari raya”.
Riwayat lainnya, ‘Aisyah pernah mengatakan: “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menutupiku dengan surbannya, sementara aku menyaksikan orang-orang Habsyi bermain di masjid, lalu Umar datang dan mencegah mereka bermain di masjid, kemudian Rasulullah berkata: “Biarkan mereka, kami jamin keamanan wahai Bani Arfidah“.
Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang tidak bisa diragukan kesahihannya. Dalam lintasan sejarah dunia Islam, seni musik merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban Islam yang terus dikembangkan.
Sudah saatnya juga seni musik dan berbagai bentuk seni lainnya dijadikan media dakwah untuk mengajak orang berhati lembut, berpikiran lurus, berperilaku santun, bertutur kata halus, dan menampilkan jati diri dan inner beauty setiap orang.
Orang yang rajin mengikuti sama’ diharapkan memiliki kepekaan telinga batin yang dapat menerima suara-suara batin untuk pencerahan umat manusia. Kita teringat Wali Songo yang juga akrab dengan seni di dalam memperkenalkan Islam di lingkungan kerajaan dan masyarakat. © [***/goes]