JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Saat Pemerintah dan institusi Badan Narkotika Nasional (BNN) berulangkali menyatakan kalau negara Indonesia sudah ‘darurat narkoba’, seharusnya pola memerangi harus didukung elemen pelaksana hukum yang lain. Kunci terakhirnya adalah lembaga Kejaksaan Agung, harus tegas dan berani agar ada efek jera.
Tunggu apalagi manakala Kejaksaan Agung sudah memegang daftar ada 10 terpidana mati bandar narkoba yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrach), sebaiknya ya perlu secepatnya dieksekusi atau segera dihadapkan pada regu tembak.
Sayangnya, mereka masih harus menunggu upaya hukum lain, yakni peninjauan kembali (PK). “Sebenarnya itulah persoalan yang dihadapi tim jaksa eksekutor atau biasa disebut sebagai aspek yuridis. Sebab, mereka ajukan PK dan Grasi, karenanya aspek yuridis jadi belum terpenuhi,” tegas Jaksa Agung M Prasetyo di Jakarta, kemarin.
Sebenarnya, kata dia lebih lanjut, masih ada aspek teknis agar mudah dilakukan eksekusi. “Kalau aspeks tenis, istilahnya hanya pelaksana saja. Tinggal didoor saja itu terpidana mati,” papar politisi dari Partai Nasdem (Nasional Demokrat).
Disebutkan Jaksa Agung bahwa saat ini ada 10 terpidana mati yang sudah inkrach. Itu merupakan sebagian dari 153 terpidana mati, tentu dari berbagai macam terpidana mati.
Pada bagian lain dipaparkan M Prasetyo lagi, dana untuk mengeksekusi terpidana mati Rp 250 jutaan/orang. Kalau ada 10 orang yang segera dieksekusi mati, berarti dana yang dibutuhkan mencapai Rp 2,5 miliar. □ Red/Coyok/Goes