Program ‘Hikmah’ di Istiqlal, USTADZ MINHAJUL AFKAR SH.I Bahas Manusia Makhluk Ekonomi dalam Pandangan Islam

JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Jatidiri manusia di dalam menjalani kehidupannya melakukan berbagai macam kegiatan, tentu agar dapat mempertahankan hidupnya tersebut. Sedangkan salah satu kegiatan yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia itu sendiri, yakni melakukan kegiatan ekonomi yang kemudian dikenal dengan penyebutan bahwa manusia sebagai makhluk ekonomi. Bahkan, Islam pun mengakui adanya motif ekonomi dalam diri manusia, dimana dalam bahasa latin kerapkali disebut sebagai ‘homo economicus‘.

Demikian benang merah apa yang disampaikan Ustadz Minhajul Afkar SH.I dalam ceramah program ‘Hikmah‘ di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, kemarin. Tidak kurang dari ratusan jamaah setia mengikuti ceramahnya yang memberikan luas arti kehidupan dengan tema berjudul ‘Manusia Makhluk Ekonomo dalam Pandangan Islam’.

Menurutnya bahwa problema manusia sebagai makhluk ekonomi adalah banyak dari manusia yang berlebihan dalam mencintai materi. Dan, sikap berlebihan inilah yang kerap melupakan manusia dengan menjadikan materi sebagai tujuan, tapi bukan perantara.

“Sebab, tujuan dari hidup manusia sejatinya adalah kehidupan dan kenikmatan ukhrawi yang kekal. Materi sebatas perantara guna mendapatkan tujuan tersebut. Akan tetapi ketika perantara berbalik menjadi tujuan, akan kita dapatkan tipikal manusia yang korup, serakah, manipulatif, monopolistik dan kikir,” urai Ustadz Minhajul.

Dalam pandangannya bahwa hak milik yang timbul karena usaha ekonomi menjadi hak milik seseorang, tentu seyogyanya dapat dan harus bisa dipergunakan dalam batas-batas tertentu dan tidak berlebih-lebihan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qasas ayat 77,

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qasas/28: 77).

Ustadz Minhajul melanjutkan, terkait sebagai makhluk ekonomi, manusia memiliki akal dan pikiran untuk menciptakan barang-barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan. Untuk memenuhi semua kebutuhannya manusia butuh uang, maka harus bekerja. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat asy-Syarh ayat 7 sampai 8,

فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ ٧ وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ ࣖ ٨

“Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain) dan hanya kepada Tuhanmu berharaplah!” (QS. asy-Syarh/94: 7 – 8).

“Bahkan, dengan bekerja dan mendapatkan uang. Lalu, uang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia selalu memikirkan upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia ekonomi bertindak untuk memenuhi kepentingannya. Jika seseorang sebagai produsen, maka akan berusaha untuk memperoleh keuntungan yang besar. Jika seseorang sebagai konsumen, ia akan membelanjakan uangnya untuk meperoleh kepuasan,” ucap dia, panjang lebar.

Namun dari semua itu, dijabarkan Ustadz Minhajul, bahwa Islam telah mengatur bagaimana soal keinginan dan kepuasan di dunia ini. Oleh karenanya, wajib bagi manusia untuk memahami hakikat dari memanfaatkan harta yang didapatnya untuk kemaslahatannya, dan tentu disertai pengetahuan dan pengamalan hal-hal berikut;

A. Semua harta yang dimiliki hanyalah sebagai titipan, karena manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada menjadi ada, karena itu jangan lalai untuk menginfakkan sebagian harta yang diperolehnya, banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang menganjurkan bahkan memerintahkan hal ini.

B. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia dapat menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan.

Melalui firman-NYA di dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 14, diterangkan sebagai berikut ;

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ ١٤

Artinya : “Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14).

C. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan Islam atau tidak. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Anfal ayat 28,

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ ࣖ ٢٨

“Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai ujian dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.” (QS. al-Anfal: 28).

D. Harta sebagai bekal atau sarana beribadah. Menurut pandangan Islam, harta bukanlah tujuan, namun hanya sebagai sarana untuk memperoleh ridha Allah subhanahu wata’ala, dengan berinfaq dan perbuatan kebajikan lainnya, Hal ini dicatumkan dalam QS. Ali Imran ayat 133 – 134,

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ ١٣٣ لَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

“Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, MERAMU IKHLAS dari Wafatnya Orang yang Terkasih

Kajian Jumat Pilihan di Masjid Istiqlal Jakarta, AKHLAK Terhadap yang Lemah & Susah

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, MAKNA ESOTERIS Kumandang Adzan