Memiliki Bahan Dasar Plastik Polipropilena, PERUBAHAN IKLIM Dipengaruhi Oleh Sikat Gigi

OLEH : GABRIELLE R. SIBUEA

TAK bisa dipungkiri bahwa perubahan iklim (climate changes) sudah sangat mengkhawatirkan dunia akhir-akhir ini. Salah satunya, penggunaan plastik yang terus meningkat di Indonesia. Tim KKN Mahasiswa UniversitasDiponegoro mengatakan bahwa Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di laut. Masyarakat memiliki tingkat kesadaran yang rendah untuk membuang sampah pada tempatnya. Sehingga, dampak yang ditimbulkan sangat besar untuk lingkungan.

Bahkan Eco Luxe Product menyebutkan bahan plastik merupakan bahan yang murah, tahan lama dan serbaguna. Bahan plastik juga merupakan bahan yang mudah diolah untuk membuat semua jenis barang. Di sisi lain, Exo
Luxe mengatakan bahwa tidak semua orang menyadari kalau pengolahan plastik dari awal hingga akhir menyebabkan dampak yang berbahaya. Setiap plastik diolah menggunakan bahan bakar fosil dan pengolahan ini memancarkan gas rumah kaca.

Pertanyaannya, mengapa cenderung berbahaya? Pertama, pengolahan plastik menggunakan bahan bakar fosil untuk menjalani mesin (proses), manufaktur (produksi) dan menjalani transportasi (pengiriman). Kedua, setelah semuanya sudah selesai produksi dan pengiriman, terdapat sisa penggunaan bahan bakar fosil yang berujung dibuang ke laut dan perairan (plastic waste). Ketiga, saat seluruh bahan-bahan ini dibuang ke laut begitu banyak dampaknya untuk makhluk hidup laut, iklim, struktur lingkungan dan lainnya.

Gabrielle R. Sibuea

Sedangkan salah satu contoh sampah plastik yang tidak semua orang tahu adalah sikat gigi. Sikat gigi merupakan produk yang kita pakai setiap hari. Tanpa sadar, sikat gigi telah membawa dampak buruk yang besar untuk lingkungan. Bahan gagang dan bulu sikat gigi berasal dari bahan plastik keras yang menyebabkan sikat gigi sulit didaur ulang dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai. Masalah ini menyebabkan limbah lingkungan menumpuk. Bulu sikat gigi yang bahan dasarnya nilon juga menyebabkan gas rumah kaca yang berbahaya.

Sekitar pada tahun 1900, pertama kalinya dalam sejarah, sikat gigi berubah karena ditemukan inovasi baru yaitu menggunakan bahan plastik. Sebelumnya, sikat gigi menggunakan tulang binatang dan rambut. Saat inovasi ini ditemukan, minat masyarakat meningkat dan semakin yang tertarik untuk menjaga kebersihan giginya. Saat permintaan meningkat, produksi sikat gigi semakin tinggi dan bahan plastik semakin banyak digunakan.

Namun (UN Environment Programme) mengumumkan bahwa hari ini tepatnya kita sudah memproduksi sekitar 400 juta ton limbah plastik. Amerika telah menyumbang 1 Miliar sampah sikat gigi setiap tahunnya, yang totalnya sudah membuang sekitar 50 juta Dollar limbah plastik ke tempat pembuangan sampah. Beritasatu.com mengatakan bahwa untuk mendaur ulang sikat gigi sampai terurai dibutuhkan waktu hingga 400 tahun. Dari seluruh isu permasalahan ini, sebenarnya apa penyebab utama sikat gigi sulit terurai?

Lain lagi dengan BEM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dengan menggunakan beberapa sumber di luar negeri, telah meneliti masalah ini beberapa tahun yang lalu. Dalam situsnya BEM FK UNHAS telah menguraikan beberapa penyebab isu ini. Sikat gigi memiliki bahan dasar plastik polipropilena untuk gagangnya dan bahan nilon untuk bulu sikatnya. Plastik polipropilena merupakan jenis polimer termoplastik yang sangat kuat dan semi transparan. Plastik polipropilena juga memiliki bahan yang tidak beracun dan zat berbahaya sehingga aman untuk dikonsumsi. Biasanya bahan plastik ini digunakan untuk beberapa kemasan makanan karena dianggap aman.

Pada sisi lain, bahan nilon untuk bulu sikat gigi terbuat dari bahan anorganik yaitu minyak bumi yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Bahan nilon juga merupakan salah satu yang sulit terurai di laut. BEM FK UNHAS menyebutkan bahwa sebenarnya sikat gigi bisa melewati proses daur ulang. Tetapi, biaya daur ulangnya lebih tinggi dari biaya produksi sehingga dianggap tidak menguntungkan.

Bagi masyarakat, solusi yang bisa kita lakukan sekarang adalah membeli sikat gigi berbahan dasar bambu dan membeli sikat gigi yang kepalanya bisa diganti. Penelitian menunjukan bahwa hasilnya dapat bekerja lebih baik dan menurunkan sedikit dampaknya. Dibandingkan sikat gigi elektrik yang lebih berbahaya untuk bumi dan lebih sulit diuraikan, sikat gigi elektrik lebih diprioritaskan untuk penyandang disabilitas yang kesulitan menggosok gigi.

Hanya sayangnya, studi penelitian memaparkan bahwa sikat gigi berbahan bambu kurang efektif karena ditakutkan mengganggu habitat bambu. Maka dari itu, ada beberapa solusi lainnya yang mungkin bisa membawa dampak positif (terutama untuk para produsen). Oral Health Foundation yang telah berkomitmen ingin meraih the UN Goals of climate change telah meneliti masalah penggunaan sampah plastik ini beberapa tahun yang lalu. Oral Health menyebutkan bahwa bahan bio based plastic mempunyai peluang yang besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Bahan biobased plastic terbuat dari tanaman tebu dan minyak jarak. Bahan ini lebih berpeluang mengurangi manufaktur bahan dan lebih mudah untuk didaur ulang. (***/goes)

(PENULIS adalah Pemerhati Lingkungan dan Pelajar SLTA di Jakarta)

Related posts

Rasanya Sulit Tembus 51 Persen, PILKADA JAKARTA 2024 Bakal Melalui Dua Putaran

Siapa Lebih Unggul di Pilkada Jakarta, DUEL STRATEGI Tim Sukses Prasetyo Edi Marsudi versus Ahmad Riza Patria

10 Tahun Era Jokowi, PERS NASIONAL Darurat Kelembagaan – Krisis Identitas & Expansi Bisnis Masif Kurang Etika