Ini Khusus di Jakarta, PEMPROV DKI Makin Pertegas Komitmen Untuk Perluasan Kawasan Rendah Emisi

JAKARTA (POSBERITAKOTA) –
Melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta semakin mempertegas komitmennya untuk perluasan kawasan rendah emisi atau Low Emission Zone (LEZ). Hal itu tentu saja untuk mengurangi dampak polusi udara di Jakarta.

Sedangkan terkait rencana tersebut, disampaikan dalam Diskusi Pemantauan Kualitas Udara 2023 dan Strategi Pengendalian Kualitas Udara melalui Kawasan Rendah Emisi di DKI Jakarta yang dilaksanakan di DoubleTree by Hilton Hotel, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan bersama Clean Air Catalyst, program tingkat internasional untuk perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia yang didukung oleh United States Agency for International Development (USAID) dan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, serta dilaksanakan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia dan Vital Strategies.

Dikatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, perluasan LEZ merupakan bagian dari strategi pengendalian pencemaran udara di Jakarta. Upaya ini ditindaklajuti serius dengan Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 576 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara.

“Seperti yang ada dalam poin Kepgub itu mengatur kajian terkait kriteria kawasan rendah emisi, penyusunan peraturan terkait kriteria kawasan rendah emisi, dan penetapan lokasi Kawasan Bebas Kendaraan Bermotor (permanen),” papar Asep.

Bahkan pada saat ini pun, Jakarta memiliki dua kawasan rendah emisi yang berlokasi di Kawasan Kota Tua dan Tebet Eco Park sebagai percontohan. Ke depan, gagasan mengenai kawasan rendah emisi akan semakin diperdalam dengan mengedepankan prinsip inklusivitas dan manfaatnya bisa dirasakan secara maksimal oleh warga.

Untuk mewujudkan misi perluasan kawasan rendah emisi tersebut, DLH bersinergi bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dengan memperhatikan kebutuhan mobilitas warga sehari-hari, memperhitungkan faktor kenyamanan, kesehatan, dan keamanan pengguna.

Ditambahkan Asep bahwa dalam proses kajian kawasan rendah emisi, DLH dibantu berbagai pihak, salah satunya adalah konsorsium Clean Air Catalyst (Catalyst), yang didukung oleh USAID, dan dilaksanakan oleh WRI Indonesia, Vital Strategies, dan ITDP Indonesia. Konsorsium di tingkat internasional ini bergerak untuk percepatan perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia dalam penanggulangan dampak buruk polusi udara.

“Makanya, kami berharap dengan perluasan kawasan rendah emisi, Kota Jakarta naik kelas menuju kota global dengan kualitas udara yang semakin membaik,” tutur Asep.

Sementara itu Manajer Program Clean Air Catalyst, Satya Utama, menyampaikan antusiasme atas kesempatan yang diberikan untuk bekerja sama dengan DLH dan Dinas terkait. Clean Air Catalyst berperan untuk mengoptimalkan desain dan pelaksanaan kawasan rendah emisi yang lebih inklusif, mengikutsertakan aspirasi, dan kebutuhan masyarakat. Sehingga dapat mewujudkan visi kawasan rendah emisi yang tidak hanya mengurangi dampak polusi udara, tetapi juga menyejahterakan warga.

“Sedangkan dari kegiatan Lingkar Belajar yang diadakan tahun lalu oleh WRI Indonesia, kami mendapat masukan dari beberapa warga di sekitar Kawasan Rendah Emisi (KRE) di daerah Kota Tua. Dari sana kami mempelajari bahwa pembangunan kawasan rendah emisi di satu sisi memiliki dampak yang dapat memengaruhi tingkat kepadatan kendaraan di dekat permukiman warga, di mana jalan-jalan tersebut dijadikan sebagai jalan alternatif untuk menghindari KRE, yang alih-alih memberi manfaat, justru menimbulkan tantangan baru di sektor kesehatan dan keamanan.” kata Satya Utama.

Sementara itu Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Prof Puji Lestari yang juga Co-Principal Investigator Clean Air Catalyst, mempresentasikan hasil inventarisasi emisi sektor transportasi pada 2023.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyumbang terbesar emisi PM2.5 dan Black Carbon adalah Heavy-Duty Vehicle atau yang lebih dikenal dengan kendaraan berat, seperti truk dan kendaraan penumpang berbahan bakar diesel, dengan kontribusi masing-masing 28,6% untuk PM2.5 dan 38,9% untuk Black Carbon. Sementara, penyumbang tertinggi untuk Gas Rumah Kaca (GRK), Karbon Monoksida (CO), dan Volatile Organic Compounds (VOC) adalah kendaraan berbahan bakar bensin, sepeda motor, dan mobil penumpang.

“Maka dari itu, perlu adanya intervensi kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan emisi tersebut, salah satunya penerapan LEZ (Kawasan Rendah Emisi),” imbuh Prof Puji.

Dijelaskan Prof Puji bahwa pengertian dasar LEZ adalah kawasan yang dibatasi aksesnya bagi kendaraan bermotor yang memiliki emisi tinggi. Kebijakan ini telah diterapkan di berbagai kota dunia, termasuk di Singapura, London, dan Mexico City. “LEZ efektif dalam mengurangi polusi udara di perkotaan. Di Singapura, misalnya, penerapan LEZ telah menurunkan emisi PM2.5 hingga 30%,” katanya, mengakhiri. © (RED/AGUS SANTOSA)

Related posts

Bertajuk ‘Jatidiri Nusantara Meretas Megapolis Global’, KETUA DPRD DKI KHOIRUDIN Hadiri Kick Off Menuju 5 Abad Kota Jakarta

Di Kampanye Akbar Cagub DKI, POLDA METRO JAYA Sebar 3500 Personil untuk Bantu Pengamanan

Di Kawasan Eko Wisata Mangrove Penjaringan, POLRES METRO JAKUT Gelar Gerakan Nasional Pangan Merah Putih