Dalam Hal Kewenangan, DIREKTUR EKSEKUTIF ‘HSI’ RASMINTO Nilai Substansi RUU Polri Terindikasi Tumpang Tindih

JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Rancangan Undang Undang (RUU) Polri yang sampai saat ini tengah digodok, ternyata semakin kencang mengundang sikap pro dan kontra di masyarakat. Penyebabnya, karena institusi Polri juga terus dituntut sebagai lembaga penegak hukum yang humanis dan menjunjung tinggi nilai – nilai HAM.

Mensikapi perkembangan yang ada sekarang ini Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto, mengungkapkan bahwa RUU tersebut diajukan sebagai bentuk respons terhadap tantangan yang dihadapi oleh instusi Polri itu sendiri kedepannya.

“Saya memandangnya karena ada tuntutan, yakni untuk meningkatkan profesionalisme dan efektivitas Polri, terutama di dalam menghadapi kejahatan yang semakin kompleks dan dinamis,” ucap Rasminto dalam keterangannya kepada POSBERITAKOTA, Rabu (19/6/2024) di Jakarta.

Sedangkan pada sisi lain, kata Rasminto lebih lanjut, juga ada kebutuhan untuk memastikan bahwa Reformasi ini tidak menjadikan Polri sebagai lembaga super power yang dapat mengabaikan atau mengambil alih peran dan fungsi kementerian/lembaga lain atau menjadi tumpang tindih.

Ditambahkannya bahwa keseimbangan ini amat krusial guna mencegah potensi penyalahgunaan wewenang, dimana dapat pula mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).

“Jelas, kritik utama terhadap RUU Polri berkisar pada potensi penumpukan kekuasaan ditangan Polri yang juga dapat menimbulkan konflik kewenangan dengan instansi lain. Atau, terindikasi menjadi tumpang tindih, ” ucap dia, lagi.

Menurut pandangan Rasminto bahwa ada beberapa pasal dalam RUU tersebut, justru dikhawatirkan dapat memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada institusi Polri itu sendiri. Termasuk dalam bidang yang secara konstitusi seharusnya malah menjadi kewenangan lembaga lain.

“Nah, situasi ini mengharuskan adanya pengawasan dan pembatasan yang jelas. Tentu saja untuk memastikan bahwa Polri tetap beroperasi dalam batasan hukum yang proporsional dan sesuai dengan prinsip checks and balances,” urainya.

Karena itulah, lanjut Rasminto, pembahasan RUU Polri harus dilandasi oleh semangat Reformasi yang menekankan terhadap pentingnya akuntabilitas, transparansi serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

“Model pendekatan ini ternyata tidak hanya memastikan bahwa Polri dapat berfungsi sebagai lembaga yang profesional dan humanis. Tetapi, seyogyanya juga bisa mencegah potensi ekses kewenangan yang dapat merugikan integritas institusi lainnya,” tutur Rasminto.

Dengan demikian, Reformasi Polri melalui pengaturan kelembagaan berdasarkan peraturan perundang-undangan perlu dirancang sedemikian rupa.

“Hal itu supaya dapat mewujudkan sinergi yang efektif antar lembaga, meningkatkan kepercayaan publik serta memperkuat tatanan hukum di Indonesia,” pungkas Rasminto. © RED/REL/AGUS SANTOSA

Related posts

Sambil Bawa Bantuan, KAPOLRI Tinjau Posko di Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi NTT

Upgrade Skill Hingga Mancanegara, DR AYU WIDYANINGRUM Raih Penghargaan Bergengsi ‘Beautypreneur Award 2024’

Setelah Buka di Paris, RAFFI AHMAD Bikin Cabang Restoran ‘LE NUSA’ di Jakarta