29.2 C
Jakarta
29 April 2024 - 08:54
PosBeritaKota.com
Syiar

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal, ETIKA PEMBACAAN SURAT AL-FATIHAH

OLEH : PROF DR KH NASARUDDIN UMAR MA

BAGI kalangan ‘Arifin‘, bukan hanya membaca surah Al-Fatihah pada setiap rakaat secara utuh, tetapi juga sedapat mungkin memahami makna keseluruhan ayat-ayatnya.

Mereka menyarankan agar orang yang shalat betul-betul memahami makna lahir dan makna batin ayat demi ayat yang dibaca di dalam shalat. Sulit dibayangkan seseorang akan meresapi hakikat dan makna shalat tanpa memahami dan menghayati makna surah ini.

Namun bagi kalangan ‘Sufi‘, Al-Qur’an memiliki makna lahir dan makna batin, sebagaimana disebutkan dalam hadits : “Setiap ayat memiliki makna lahir, batin, ketentuan dan cara pembacaan.(Lihat, Al-Khasani dalam Al-Tafsir Al-Safi, juz 1, h.31).

Ibn Ajibah mengomentari hadits ini
dengan mengatakan: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya Al-Qur’an Al-Azhim memiliki makna zhahir bagi ahli zhahir dari aqan makna batin bagi ahli batin”.

Penafsiran ahli batin tidak bisa dirasakan, kecuali sesama ahli batin orang lain tidak memahaminya dan ingatannya tidak benar sampai mendapatkan penjelasan secara lahiriah. Kemudian, ia mendapatkan petunjuk dari ahli batin dengan penjelasan sederhana dan terbatas.

“Barang siapa yang tidak sampai pemahamannya untuk merasakan rahasia-rahasia itu, maka diterima saja. Karena, sesungguhnya pengetahuan tentang berbagai perasaan berada di belakang lingkaran akal, tidak sanggup untuk menemukannya keabsahan wahyu.” (Lihat Ibn Ajibah, Al-Bahr Al-Madidfi Tafsir Al-Qur’an Al-Majid, juz 1, h.16-17).

Untuk memahami kedalaman makna Al-Qur’an disyaratkan para pembacanya betul-betul di dalam keadaan bersih dari hadas besar dan hadas kecil, sebagaimana ditegaskan di dalam ayat: Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan (QS. al-Waqi’ah (56): 79).

Cara membersihkan dan menyucikan diri di dalam Islam bergantung jenis kotoran dan noda apa yang pernah dilakukan. Jika dalam keadaan normal, kita hanya diminta berwudhu atau tayamum bila tidak ada air atau karena ada sebab lain. Jika dalam keadaan janabah, tentu sebelumnya harus mandi junub.

Bagi kalangan ‘Arifin‘, bukan hanya kebersihan fisik sebagaimana digambarkan ulama fiqih. Tetapi juga kebersihan non fisik, seperti meluruskan jalan pikiran yang bengkok, melembutkan hati yang sedang keras dan menjernihkan batin yang sedang sewot. (QS. Al-A’raf (7): 204).

Sedangkan dalam ayat lain dikatakan: “Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”. (QS. Maryam (19): 58). © (Bersambung/goes)

Related posts

UNTUK PROGRAM ‘BERBAGI’ DI BABELAN BEKASI, SEJADAH BABE GANDENG DAPUR MAMA YUSUF & OTW PANCONG LUMER

Redaksi Posberitakota

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, RELASI GURU – MURID (2)

Redaksi Posberitakota

Kutbah Jumat di Istiqlal, KH. MUHAMMAD CHOLIL NAFIS Bicara Tentang Menjaga Keseimbangan Diri dengan Muhasabatun Nafs

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang