31.1 C
Jakarta
29 April 2024 - 20:22
PosBeritaKota.com
Syiar

Saat Khutbah Jumat di Istiqlal, DR KH ADIB MUHAMMAD M.AG Bahas Tentang Islam Rahmatan Lil’Alamim dalam Konteks Peristiwa Isra Mi’raj

JAKARTA (POSBERITAKOTA) – “Pada saat ini, kita telah memasuki bulan Rajab. Bulan dimana terdapat peristiwa agung yang senantiasa diperingati kaum muslimin, yaitu peringatan Isra dan Mi’raj. Bahkan menjadi salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah dakwah Islam. Peristiwa diisra dan dimi’rajkannya Baginda Rasulullah SAW,” ucap Dr KH Adib Muhammad M.Ag dalam Khutbah Jum’at di Masjid Istiqlal Jakarta, 14 Rajab 1445 H/26 Januari 2024 M.

Sedangkan Isra Mi’raj itu sendiri, lanjut khutbahnya, yakni merupakan peristiwa bersejarah, perjalanan spiritual yang pernah dialami Rasulullah SAW yang memiliki nilai-nilai luhur yang akan tetap aktual sepanjang zaman. Karena itu adalah hal yang sangat wajar, kalau peristiwa penting ini selalu diperingati oleh umat Islam di seluruh penjuru bumi, termasuk di negeri kita tercinta ini.

“Terlebih lagi dalam suasana hidupan kita saat ini, karena diwarnai dengan berbagai intrik, menjelang pelaksanaan Pemilu Serentak. Jika tidak segera diantisipasi, maka dapat mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mari kita jadikan peristiwa Isra Mi’raj ini jadi momentum mengaktualisasikan kembali nilai-nilai Islam rahmatan lilalamin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin damai, tertib dan bermartabat. Kehidupan berbangsa yang damai dan tenteram adalah prasyarat utama menuju bangsa yang maju dan sejahtera,” urai KH Adib Muhammad, menambahkan.

Menurutnya bahwa penegasa tentang Islam sebagai agama rahmatan lilalamin menjadi sangat relevan, terutama dalam kondisi bangsa yang tengah menghadapi tantangan besar yaitu gelaran Pemilu Serentak yang saat ini kita selenggarakan. Sedikitnya ada 4.(empat) nilai fundamental yang sangat penting untuk kita maknai dari peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai salah satu cerminan Islam rahmatan lilamin tersebut dalam konteks kehidupan beragama maupun berbangsa pada saat ini.

Pertama yaitu peristiwa Isra yang berarti perjalanan Nabi Muhammad SAW di malam hari dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Dari peristiwa itu memberikan isyarat kepada kita bahwa manusia perlu membangun komunikasi sosial / horizontal. Pada peristiwa Isra, perjalanan Nabi Muhammad SAW bersifat horizontal: dari bumi yang satu ke bumi lainnyalainnya,” katanya.

Ditambahan KH Adib Muhamma bahwa peristiwa yang disimbolkan dari masjid ke masjid, yakni dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Maka, masjid yang merupakan simbol pusat kegiatan keagamaan umat Islam, harus pula ditransformasikan nilai-nilainya ditengah kehidupan sosial atau kemasyarakatan secara nyata. Umat Islam harus mampu membangun relasi sosial (hablun minan-nas) yang rukun dan harmonis ditengah-tengah kehidupannnya. Karena bukankah telah disebutkan sendiri oleh Nabi al-dinu mu’amalah (bahwa agama, salah satu inti ajarannya adalah bagaimana seseorang harus berinteraksi atau berhubungan baik dengan sesamanya).

Artinya apa? Dengan kata lain, kualitas ke-Islaman seseorang tidak cukup hanya diukur ketika ia berada di dalam masjid. Akan tetapi, bagaimana nilai-nilai ibadah dan kekhusyukan yang telah dilakukannya di dalam masjid itu, diwujudkan pula di luar masjid, yakni ketika berada di lingkungan kerja maupun ditengah – tengah masyarakatnya, melalui jalinan interaksi, silaturahmi dan komunikasi yang baik dengan sesama. Inilah yang disebut dengan keshalehan secara sosial

“Sebab, tidak jarang sewaktu berada di dalam masjid seseorang tampak khusyuk beribadah. Namun begitu keluar masjid, justru nilai-nilai kekhusyukan ibadahnya itu ia tanggalkan. Akibatnya, di tempat kerja maupun di lingkungan masyarakatnya, ia masih kerap melakukan prilaku-prilaku yang justru bertentangan dengan nilai-nilai ibadah yang telah dilakukannya. Seperti melakukan korupsi, kecurangan, penipuan, membicarakan aib dan kejelekan orang lain. Juga menebarkan fitnah hingga memelihara perpecahan dan konflik berkepanjangan,” ucapnya melanjutkan khutbah.

Kedua, dijabarkan KH Adib Muhammad bahwa dalam peristiwa Mi’raj, dimana Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsha kemudian naik ke Sidratil Muntaha, berjumpa dengan Allah SWT. Dari perjalanan spiritual itu memberikan pelajaran penting bagi kita bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya harus melakukan upaya “transedensi“, yakni mendekatkan diri kepada
Tuhannya: Allah subhanahu wata’ala, sehingga terhindar dari jebakan jebakan materi duniawi yang seringkali membuat manusia kalap dan lupa diri serta hingga berani melakukan tindakan – tindakan penyelewengan ataupun pelanggaran hukum yang banyak merugikan orang lain.

“Sedangkan yang ketiga bahwa dalam peristiwa Mi’raj dari Masjidil Aqsha ke Sidratil Muntaha, Nabi Muhammad SAW berjumpa langsung dengan Allah SWT. Ini merupakan puncak pengalaman spiritual sekaligus nikmat yang sangat indah dan tak tertandingi oleh nikmat-nikmat apapun. Namun, di sinilah nampak sifat keluhuran dan ke-luarbiasa-an Rasulullah SAW, dimana setelah bertemu dengan Tuhannya, beliau justru masih mau turun lagi ke dunia untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan demi keselamatan umatnya,” urainya.

Pada bagian nilai fundamental keempat sebagai yang terakhit, tutup KH Adib Muhammad, adalah dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad SAW mendapat perintah yang sangat penting, berupa perintah shalat. Sedemikian pentingnya shalat, sehingga perintah itu diterima langsung oleh Nabi Muhammad, SAW, tanpa melalui perantara Malaikat Jibril. “Shalat adalah tiang agama. Barang siapa yang menegakkan shalat, berarti ia menegakkan agama. Barang siapa yang meninggalkan shalat, berarti ia menghancurkan agama.” Demikian sabda Nabi Muhammad SAW.

“Namun hal yang sesungguhnya paling penting adalah bagaimana kita menjiwai dan menerapkan pesan – pesan moral yang terkandung dalam ritual shalat tersebut. Jangan sampai kita memahami shalat hanya sebatas rutinitas dan seremonial belaka. Tanpa memahami makna apa-apa dalamnya. Al-Qur’an mengkritik orang-orang yang melakukan shalat sebagai pendusta agama dan bahkan dianggap celaka, manakala mereka melalaikan atau tidak melaksanakan pesan-pesan moral yang terkandung dibalik shalat yang dilakukannya, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Maun : 3 – 4,” tutup khutbahnya. © (RED/AGUS SANTOSA)

Related posts

Pemprov DKI Gelar Umroh Gratis, 267 MARBOT Segera Diberangkatkan ke Tanah Suci

Redaksi Posberitakota

DI MASJID JAMI AL-IKHLAS VGH RW 025 KEBALEN BABELAN, KH MAKHTUM & USTADZ FITRIAN NABIL L.C ISI KHATAMAN AL-QUR’AN BERSAMA KOMPAQ BEKASI

Redaksi Posberitakota

Khutbah Jum’at, DR. KH. M. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA : “Pentingnya Membangun & Mempersiapkan Generasi Penerus yang Tangguh”

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang