30.8 C
Jakarta
22 November 2024 - 12:57
PosBeritaKota.com
Syiar

Saat Khutbah Jum’at, KH HASANUDDIN SINAGA Singgung Pentingnya Pelihara & Tumbuhkan Ukhuwwah Basyariah

JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Pada setiap manusia pasti mendambakan rasa aman, nyaman, kedamaian dan persaudaraan. Salah satu tujuan ingin dicapai oleh agama Islam adalah kedamaian hidup di dunia dan akherat, sesuai dengan namanya yang berasal dari kata as-salam (kedamaian, perdamaian). Baik pada tingkat individu, masyarakat maupun bangsa. Dan, untuk mencapai tujuan itu, Islam memberi tuntunan agar kita menjalin hubungan baik dengan orang lain.

Demikian intisari ceramah dari Drs KH Hasanuddin Sinaga MA selaku khotib sebelum pelaksanaan sholat Jum’at di Masjid Istiqlal Jakarta, 12 Rajab 1444 H/3 Februari 2023 M. Dihadapan sekitar 12 ribuan jamaah yang memadati masjid kebanggaan Indonesia tersebut, sangat menarik dalam memberikan pencerahan lewat tema bertajuk ‘Memelihara dan Menumbuhkan Ukhuwwah Basyariyah’.

“Islam mengajak umat manusia untuk saling mengenal dan saling bekerjasama demi mencapai tujuan tadi, walau berasal dari beragam latar belakang yang berbeda. Hubungan sesama adalah sesuatu keniscayaan dan hal ini harus dijaga betul oleh kita sebagai makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Menjaga hubungan persaudaraan kemanusiaan ini harus dilakukan. Betapa tidak! Allah SWT sebagai Sang Pencipta telah memuliakan betul kita sebagai Makhluk-NYA yang diciptakan terbaik. Apalagi kita yang notabene hanyalah makhluk-NYA,” ucapnya mengawali khutbah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra (17) ayat 70 yang artinya : “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam. Dan, Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami lebihkan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami Ciptakan dengan kelebihan yang sempurna” (QS. Al-Isra’/17: 70).

Dalam ayat tersebut di atas, dijelaskan KH Hasanuddin, Allah SWT dengan jelas menggunakan dua penguatan sekaligus untuk meyakinkan kita semua bahwa Allah SWT betul-betul memuliakan manusia. Yakni menggunakan lam taukid dan qad yang bermakna Allah SWT betul-betul memuliakan makhluk yang telah Ia ciptakan dan dipertegas dengan berbagai macam pemberian untuk menunjang kebutuhan dan juga memberikan hal yang lebih dibanding makhluk – makhluk lainnya. Betapa Allah SWT begitu memuliakan kita sebagai makhluknya, sepatutnya kita dengan sesama manusia untuk saling memuliakan satu sama lain.

Sedangkan di Indonesia sendiri, kita mengetahui ada yang bersuku dan berbahasa Sunda. Ada juga yang bersuku Jawa, Batak, Bugis, Dani, Asmat, Dayak dan masih banyak lagi. Dalam konteks internasional, kita juga terdiri dari berbagai bangsa. Di Timur Tengah, kita mengenal ada bangsa Arab. Di bagian Barat, ada bangsa Eropa dan Amerika. Bergeser ke Selatan, ada bangsa India. Sementara di bagian Timur, kita tahu ada bangsa Jepang, China dan Korea.

“Keragaman dan kebhinekaan yang ada pada umat manusia, baik secara etnis, kebangsaan, bahasa, warna kulit, agama dan sebagainya – tidak boleh kita pandang sebagai sumber masalah, sumber pertikaian dan konflik. Akan tetapi justru merupakan sarana untuk saling mengenal kelebihan dan keunikan masing-masing serta untuk membangun persaudaraan antar sesama manusia. Sebab, semua manusia pada hakekatnya adalah satu keluarga besar yang lahir dari satu ayah dan satu ibu. Adam dan Hawa,” urainya.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas orang bukan Arab, atau bagi orang bukan Arab atas orang Arab, atau bagi orang kulit putih atas orang kulit hitam, atau bagi orang kulit hitam atas orang kulit putih kecuali karena ketakwaan. Semua manusia berasal dari Adam dan Adam diciptakan dari tanah”.

Karenanya, untuk memelihara dan menumbuhkan persaudaraan antar sesama, kita perlu menekankan kepada satu titik temu di antara berbagai perbedaan yang ada, mulai dari bangsa, suku, agama, hingga bahasanya, yaitu kita adalah manusia. Maka, sudah sepatutnya kita saling bersinergi, menjaga, meng- hormati, dan memuliakan satu sama lain agar dapat menjalani hidup dengan penuh damai.

Hal ini dipertegas dengan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad yang artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika haji wada’ bersabda: ‘Maukah kalian kuberitahu pengertian mukmin? Mukmin adalah orang yang memastikan dirinya memberi rasa aman untuk jiwa dan harta orang lain, sedangkan muslim ialah orang yang memastikan ucapan dan tindakannya tidak menyakiti orang lain. Sementara mujahid adalah orang yang bersungguh- sungguh dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala sedangkan orang yang berhijrah (muhajir) ialah orang yang meninggalkan kesalahan dan dosa“.

Dijabarkan KH. Hasanuddin bahwa salah satu nilai dasar yang harus kita tanamkan di dalam diri kita adalah bahwa kita dan orang lain bukan musuh, bahkan jika orang lain itu berlainan agama dan kepercayaan dengan kita sekalipun. Kita harus menjauhi sikap permusuhan kepada sesama manusia. Dan begitulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika mengajak orang. lain, pemimpin masyarakat lain, untuk memeluk Islam melalui surat yang beliau kirim kepada mereka. Bahasa yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam surat-surat itu adalah bahasa yang lembut, tanpa ada kata-kata ancaman yang memicu permusuhan.

Sikap lembut Rasulullah SAW tidak hanya ditunjukkan melalui surat-surat dakwah beliau kepada pemimpin masyarakat, tetapi juga dalam perilaku beliau dengan masyarakat sehari-hari. Beliau sangat menghormati dan menjaga perasaan orang lain, sangat menghormati kemanusiaan manusia. Sikap baik seperti itu pada gilirannya justru menjadi penyebab bagi orang yang sebelumnya tidak beriman menjadi beriman,” urainya.

Dikisahkan bahwa Rasulullah SAW memiliki pembantu yang masih muda dan beragama Yahudi. Suatu hari, sang pembantu itu sakit, kemudian Rasulullah SAW. menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepala anak muda itu yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Beliau berkata pelan, “Aslim. Peluklah Islam.” Sang anak kemudian menoleh ke arah ayahnya yang juga sedang berada di tempat itu, dan sang ayah mengatakan, “Ikuti apa kata Abu al-Qasim.” (Abu al-Qasim adalah nama panggilan Nabi Muhammad SAW). Anak muda itu pun akhirnya memeluk Islam. Tidak lama setelah itu, Rasulullah SAW pamit meninggalkan rumah sambil berucap : “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari api neraka“.

Dalam kasus yang berbeda dapat kita temukan betapa Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk menghormati sesama manusia sebagai manusia, lepas dari latar belakang perbedaan yang ada. Suatu hari ada iring-iringan jenazah orang Yahudi lewat di depan Beliau ketika Beliau sedang duduk-duduk berbincang bersama beberapa orang sahabat. Melihat jenazah itu lewat, Rasulullah SAW berdiri sebagai bentuk penghormatan terhadap jenazah itu. Salah seorang sahabat kemudian berbisik, “Itu jenazah orang Yahudi, wahai Rasulullah“. Rasulullah SAW justru menjawab sahabat itu dengan bersabda, “Alaisat nafsan? Bukankah dia juga seorang manusia?” (HR Bukhari).

Karena itu, tidak heran kalau kita menemukan ayat Al-Qur’an yang melarang kita untuk berdebat dengan Ahli Kitab, pemeluk Yahudi dan Nasrani, kecuali dengan cara-cara yang baik dan terpuji. Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Dan, janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan(QS. al-An’am /6: 108).

“Maka, tidak mengherankan pula, kalau kita juga dilarang mencaci maki tuhan-tuhan lain yang disembah oleh orang-orang yang tidak beriman kepada Allah SWT,” tutur KH Hasanuddin, mengingatkan.

Hal itu semua bukan karena Islam membenarkan kesyirikan, bukan karena Islam membenarkan kekufuran, bukan karena Islam menganggap sama antara orang yang beriman dan orang yang tidak beriman, tetapi lebih karena Islam menghormati kemanusiaan manusia. Karena Islam menjamin dan menghormati kebebasan manusia untuk memeluk agama dan keyakinan yang dipilihnya setelah semua kebenaran sudah dijelaskan.

“Sikap persaudaraan manusia dan saling menghormati dan memuliakan antar sesama, itu bukan hanya perilaku Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat beliau. Tetapi merupakan ajaran sakral yang ditetapkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an. Allah SWT sendiri telah memuliakan dan menghormati manusia yang Dia ciptakan. Seperti dalam QS. Al-Isra’/17:70 yang artinya : “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna(QS. al-Isra’ /17: 70).

“Di situ, kita lihat betapa ayat yang satu menguatkan ayat yang dalam hal sikap penghormatan antar sesama manusia, tentang sikap persaudaraan manusia. Karena itu, dimana pun di dunia ini kita bertemu dengan sesama manusia, dia adalah saudara kita yang harus kita hormati, terlepas dari perbedaan agama dan keyakinannya, bangsanya, bahasanya, atau warna kulitnya, selama dia tidak memerangi dan mendzalimi kita. Kita memiliki kewajiban lain,” urai khutbahnya.

Bahkan untuk menjaga hak hidup setiap manusia yang sudah dijamin oleh Al-Qur’an. Sebab, dengan menjaga dan menghormati hak hidup satu orang saja, kita dinilai telah menjaga dan menghormat hak hidup semua manusia. Dalam QS. Al-Ma’idah/5: 32) dijelaskan yang artinya : “… bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia…” (QS. al-Ma’idah/5: 32).

Sebagai penutup selaku khotib, KH Hasanuddin mengajak jamaah sekalian untuk dapat memelihara dan menumbuhkan rasa persaudaraan sesama manusia, sekaligus memperingati Hari Persaudaraan Manusia di setiap tanggal 4 Februari. “Dengan tumbuhnya sikap demikian, niscaya kehidupan yang diimpikan bersama yakni penuh kedamaian, kenyamanan dan ketentraman dapat terwujud dengan baik,” katanya mengakhiri khutbahnya. ■ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, MARI BERSEDEKAH

Redaksi Posberitakota

Bersama Masjid Almuna & DTA Annur Cengkong, TEAM PERUQYAH QHI Kabupaten Karawang Gelar Baksos Massal

Redaksi Posberitakota

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal, BAHAS TOPIK Mengapa Alam Semesta Mau Tunduk kepada Manusia?

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang